TENTANG para pemuda Ashabul Kahfi ini, Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 12:
ثُمَّ بَعَثْنٰهُمْ لِنَعْلَمَ اَيُّ الْحِزْبَيْنِ اَحْصٰى لِمَا لَبِثُوْٓا اَمَدًا ࣖ
Kemudian Kami bangunkan mereka agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
Allah menggunakan kata بَعَثْنٰهُمْ yang maknanya adalah membangunkan/membangkitkan, seakan-akan kebangkitan dari suatu kematian karena tidur dalam bahasa Arab juga dinamakan dengan kematian. Allah berfirman dalam Surah Al-An’am (6) ayat 60:
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيْهِ لِيُقْضٰٓى اَجَلٌ مُّسَمًّىۚ
Dan Dia-lah yang mewafatkan kalian di malam hari dan mengetahui apa yang kalian lakukan di siang hari….
BACA JUGA: 7 Pemuda Ashabul Kahfi, Siapa Saja?
Allah menamakan tidur pada ayat ini dengan wafat karenanya para ulama berbeda pendapat ketika menafsirkan firman Allah tentang nabi Isa. Allah berfirman dalam Surah Ali-Imran (3) ayat 55:
اِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسٰٓى اِنِّيْ مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَيَّ
(ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya aku akan mewafatkan kamu dan mengangkat kamu kepadaku… ”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna kata مُتَوَفِّيْكَ, Apakah maknanya adalah mewafatkan beliau nanti pada akhir zaman? Ataukah menidurkan beliau lalu diangkat ke langit? Karena itu, dalam ayat ini bisa bermakna wafat dan bisa bermakna tidur. Demikian juga dalam ayat yang lainnya. Allah berfirman dalam Surah Az-Zumar (39) ayat 42:
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ
Allah mewafatkan jiwa (orang) ketika matinya dan mewafatkan jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya maka Dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan….
Intinya, secara bahasa Arab, tidur bisa disebut juga dengan wafat. Oleh karena itu, doa seorang hamba ketika ia terbangun dari tidur adalah, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kita dibangkitkan”, karena tidur adalah kematian kecil.
Lalu, Allah dalam ayat ini menggunakan kata ba’atsa sebagaimana dalam firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثْنٰهُمْ لِنَعْلَمَ
Kemudian Kami membangkitkan mereka…
Allah menggunakan kata ba بَعَثْنٰهُمْ “Kami bangkitkan mereka” sebagai contoh kecil bahwasanya Allah mampu membuat Hari Kebangkitan. Jika Allah mampu membangkitkan penghuni gua yang tidur selama 300 tahun lebih, maka Allah pun mampu untuk membangkitkan orang-orang yang telah wafat selama ribuan tahun dan menjadi tulang belulang. Maka, ayat ini sebagai suatu tanda bahwasanya Hari Kebangkitan adalah sesuatu yang mudah bagi Allah.
Allah memberikan bukti kecil pada ayat ini di mana orang yang tidur selama lebih dari 300 tahun yang secara logika harusnya tidak bisa bangun ternyata Allah berkehendak bahwa orang-orang tersebut tidur selama 300 tahun lebih lalu dihidupkan kembali oleh Allah. Maka, demikian pula pada Hari Kebangkitan, Allah pun mampu untuk melakukannya. Jika Allah memberi contoh tulang-tulang yang berusia ribuan tahun hidup kembali maka hilanglah fungsi ujian beriman kepada yang gaib karena Hari Kebangkitan bukan lagi menjadi sesuatu yang perlu diimani akan tetapi telah nyata di hadapan mata.
Lalu, Allah melanjutkan:
اَيُّ الْحِزْبَيْنِ اَحْصٰى لِمَا لَبِثُوْٓا اَمَدًا ࣖ
… Agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
Allah menyebutkan dalam ayat ini ada dua kelompok yang berselisih tentang berapa lama para Ashabul Kahfi tersebut tertidur.
BACA JUGA: Letak Gua Ashabul Kahfi
Pertama, Sebagian ulama menyebutkan bahwa perselisihan tersebut maksudnya adalah antara Ashabul Kahfi yang tertidur dengan orang-orang di luar Ashabul Kahfi. Mereka berselisih tentang Ashabul Kahfi tersebut, berapa lama mereka tertidur?
Kedua, ada juga ulama yang mengatakan bahwa yang berselisih adalah orang-orang di luar Ashabul Kahfi yang meributkan tentang Ashabul Kahfi.
Ketiga, sebagian ulama menyatakan bahwa yang berselisih adalah Ashabul Kahfi itu sendiri, yaitu sesama mereka, di mana mereka berdebat tentang lama waktu mereka tertidur. Ketika mereka terbangun, sebagian mereka bertanya, “Berapa lama kita tertidur?” sebagian mengatakan, “Satu hari atau setengah hari”, sebagian lain mengatakan, “Allah yang lebih mengetahui” sehingga Allah bangkitkan mereka agar bisa lebih mengetahui siapa yang lebih tepat hitungan tempo mereka tidur di dalam gua tersebut.[]
SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH AL-KAHFI | PUSAT STUDI QURAN