Oleh: Nor Rahma Sukowati
Mahasiswa Universitas Negeri Malang
“Barangsiapa (di antara umatku) bangun di pagi hari tidak memikirkan urusan umat, maka bukan bagian dari Golonganku.” (Rasulullah)
PEMUDA adalah dambaan setiap umat peradaban. Begitulah kiranya yang sering diperbincangkan oleh khalayak umum. Bahkan pemuda jua lah yang dulu di era 98 sanggup memberikan perubahan yang cukup signifikan kepada Indonesia.
Namun, lambat laun pernyataan itu mulai memudar. Kini pemuda tak lagi mendapat gelar yang demikian. Kita, para pemuda sekarang lebih sering disebut pemuda manja, arogan, hedon, apatis dan yang lainnya.
Pernyataan semacam itu memang tidak sepenuhnya salah. Namun, kita tidak bisa menggeneralisasi semua pemuda dengan embel- embel negatif yang sudah disebutkan di atas. Karena di luar sana juga banyak pemuda yang menorehkan prestasi untuk negeri dan menginspirasi.
BACA JUGA: Seorang Pemuda Bertanya soal Jodoh, Ini Jawaban UAS
Namun, nyatanya sederetan kasus yang melanda negeri sanggup meruntuhkan benteng gelar (agent of change) yang disematkan pada kita, para pemuda. Pemuda yang dinantikan perubahannya untuk Indonesia yang lebih baik malah menjadi agen dekadensi moral. Mulai dari kasus asusila, pelecehan, pencurian, pembunuhan dan kasus kejahatan lainnya. Hampir semua kasus ini kebanyakan pelakunya adalah generasi kita, para pemuda. Hal ini terindikasi dari banyaknya berita yang beredar selama setahun terakhir baik itu melalui media masa maupun media online.
Sejatinya, kalau diusut permasalahan ini memang tidak ada habisnya. Arus globalisasi pun semakin memperburuk kondisi moral. Bagaimana tidak? Media tanpa batas sanggup memberikan sejuta visualisasi agar publik bisa terfasilitasi baik itu tayangan negatif maupun positif. Permasalahan terdekat misalnya, bagaimana #JusticeForAudrey menjadi perbincangan hangat beberapa minggu lalu. Di bulan sebelumnya, Februari, Indonesia digemparkan dengan adanya kasus inses atau hubungan sedarah yang terjadi di Kab. Pring Sewu tepatnya di Lampung, juga menjadi luka tersendiri bagi kondisi generasi bangsa.
Sejatinya, langkah utama yang harus dilakukan sebagai pemuda adalah meningkatkan sekaligus menajamkan kekuatan pola pikir. Dikutip dari kitab At- Tafkir, Syaikh Taqiyuddin menuliskan, bahwasannya seseorang itu akan bergerak berdasarkan apa yang dia pahami (pola pikir). Sehingga, gerak yang dilakukan manusia itu akan selaras dengan tujuan yang hendak dia capai.
Karenanya, pola pikir atau pemikiran ini akan menjadi kunci utama manusia dalam menjalankan seluruh aktivitasnya. Tentu, pola pikir yang dimaksud adalah ketika seseorang memiliki landasan dalam hidup untuk dijadikan sebagai pemecahan masalah kesehariaannya. Sehingga, adalah menjadi sebuah kewajaran ketika banyaknya kasus moral yang terjadi karena penurunan standar nilai di masyarakat karena miskonsepsi dalam pencapaian pola pikir.
Namun, pola pikir ini memang tidak akan berjalan sendirian dalam diri manusia. Ada perasaan yang juga menjadi pelengkap di diri manusia. Sehingga, hebatnya sang Pencipta, Allah berikan benteng bagi perasaan dengan kenikmatan luar biasa yakni keimanan. Dengan adanya kesadaran akan keimanan inilah seharusnya pemuda bisa dengan mudah menampik pemikiran akan perbuatan keji bahkan menjauhi hal- hal yang menjadi keharaman baginya. Pun, perpaduan antara iman dan pola pikir yang nantinya akan menjadikan generasi harapan bangsa mampu melejit seperti generasi Ibnu Sina di masa Peradaban Islam silam.
BACA JUGA: Inilah Karakter Pemuda Muslim Sejati
Ironisnya, kepercayaan diri pemuda hari sungguh mengundang keprihatinan. Banyak di antaranya mulai meninggalkan Islam sebagai pedoman hidup. Tak ayal, kekacauan yang bertubi- tubi dalam negeri senantiasa mendatangi. Hal ini bisa ditilik, apa yang menjadi pedoman pemuda saat ini. Misal, idola yang mereka sanjung, perilaku hedonisme, bahkan sampai tataran free sex yang juga merambah kalangan remaja saat ini.
Padahal, Islam dan Iman dalam diri pemuda adalah dua kombinasi yang sempurna. Pemuda muslim seyogyanya menjadikan Islam sebagai pedoman di segala lini kehidupan. Sehingga, ketika kesempurnaan kombinasi itu telah dicapai, pemuda itu akan bangkit dari keterpurukan, dan menjadikan Islam termanifestasikan melalui pola pikir dan kehidupan sehari- hari.
Kelak di masa depan, pemuda mampu mengoptimalkan diri sebagai pemimpin layaknya contoh terbaik, Sang Rasulullah. Bahkan, ketika generasi peradaban diamanahi untuk menempati posisi pemimpin bahkan selevel negara, dia akan siap siaga dengan resiko yang terjadi. Semoga. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.