Oleh: Hardika Saputra, M.Pd.
Dosen IAI Agus Salim Metro Lampung
saputra.hardika@gmail.com
“PEMUDA hari ini adalah pemimpin hari esok.” Sebuah pepatah yang tentunya tak asing lagi bagi kita. Berbicara masalah pemuda, muncul tanda tanya dalam hati. Apa yang kita tahu tentang pemuda.
Jika kita sandingkan pemuda dengan orang yang telah tua renta maka pemuda adalah sosok yang kekuatannya lebih kolot, dan jika kita bandingkan dengan bocah balita, maka pemuda adalah sosok yang kecerdasannya lebih matang. Lantas apa diharapkan bangsa dan agama ini dari sosok pemuda?
Seperti telah dikatakan dalam pepatah diatas tadi, bahwa “pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok. Pemuda adalah calon-calon pemimpin bangsa dan agama.” Kaerna ditangan para pemudalah nasib bangsa dan agama kita.
Namun ternyata kita ini sekarang hidup di negeri yang selalu mengalami krisis.
Coba kita tengok sejarah negeri ini, pada zaman penjajahan dulu negeri kita mengalami krisis kemerdekaan, lalu pada zaman Orde Lama negeri ini mengalami krisis kepercayaan. Sedang pada zaman Orde Baru negeri kita mengalami krisis moneter. Dan saat ini, di era reformasi ini, Indonesia mengalami krisis pemuda calon pemimpin bangsa di masa mendatang. Ternyata nasib Dinnul Islam kita rupanya sama dengan negeri kita, Islam kini setiap harinya kehilangan para pemuda-pemudanya. Pemuda yang diharapkan mampu mengemban amanah di hari esok, ternyata kini jauh dari apa yang diharapkan.
Para pemuda kita rupanya telah terjangkit penyakit “hubbud dunya” atau “cinta dunia” yang berlebihan sampai-sampai mereka tak mampu untuk memfilter budaya barat yang setiap hari masuk ke negeri kita. Maka sekarang ini pemuda kita banyak yang tak mampu memenej waktunya dengan baik, padahal kita tahu bahwa waktu itu sangat penting. Misalnya waktu untuk menuntut ilmu dan menambah wawasan, malah digunakan untuk untuk mencari hiburan. Waktu yang harusnya digunakan untuk ibadah kepada Allah, malah digunakan untuk berfoya-foya. Na’udzubillah…
Bukan itu saja, dewasa ini, muncul teknologi-teknologi modern. Namun sayangnya pemuda kita salah menggunakannya. Sebagai contoh kecil saja, internet, bisa digunakan untuk mambantu proses belajar, tapi malah ada yang menggunakanya untuk menonton adegan-adegan yang tak bermoral, hingga sekarang ini banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam budaya seks bebas. Sekarang kasus seks bebas tak cuma ada di negara adi daya saja, ternyata Indonesia yang masih ndeso saja sudah banyak.
Maka wajar, jika saat ini banyak sekali muda-mudi yang lupa kewajiban dan lupa aturan. Baik itu aturan dari orang tua, dari guru, dari negara, bahkan aturan dari agama pun ia lupa. Bahkan kadang memang mereka sengaja elupa.
Di saat ini, kita lebih mudah mencari 1000 pemuda penggemar ekstasi, daripada 10 pemuda penggemar kitab suci. Lebih mudah menemukan pemudi yang berpenampilan ala Justin Bieber, daripada berpenampilan ala jilbaber, lebih enak mengajak muda-mudi untuk menyanyi bersama, daripada mengaji bersama. Inilah potret kehidupan para pemuda pemudi Islam kita.
Maka jika pemuda pemudi kita seperti ini adanya, saya bertanya, “Mau dibawa kemana agama kita? Islam tak akan terus berkibar, tanpa ada para pemuda, yang beriman dan bertakwa”.
Wahai engkau pemuda harapan bangsa, pemudi harapan pertiwi, mari kita sama-sama perkokoh iman dan takwa kita, kita perbaiki akhlak kita, agar nantinya kita benar-benar menjadi pemuda pemuda yang diharapkan oleh bangsa dan agama kita. Yakni sebagai pemimpin yang amanah, pemimpin yang setiap langkahnya selalu berlandaskan pada kitab suci.
Janganlah kita biarkan umat Islam bingung mencari pemuda yang diharapkan.
Mudah-mudahan kita semua adalah pemuda generasi harapan bangsa yang mampu membawa bangsa dan agama ini lebih baik ke depanya. Amin, amin, Ya Rabbal’alamin. []
Kota Bandar Lampung, 28 Agustus 2017