JAKARTA–Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Barat H. Mulyadi Muhammad Yatim, S.Pi., M. MA mengatakan, penegakan hukum di Indonesia saat ini ditegakkan secara diskriminatif. Hal ini sangat kentara diperlihatkan dalam penegakan hukum pada kasus Ahok.
“Semua rakyat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, itu diamanatkan secara tegas di dalam UUD 1945” tegas Mulyadi yang ikut hadir di persidangan Penistaan Agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama atau Ahok.
Dijelaskan Mulyadi, semestinya Ahok dituntut dengan pasal 156a huruf a KHUP yang secara tegas mengatakan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara. Ternyata hanya dituntut 1 (satu) tahun penjara dengan masa percobaan 2 (dua) tahun mengguakan pasal 156 KUHP.
“Terkait dengan hasil Quick Count Pilkada DKI Jakarta putaran II yang memenangkan pasangan nomor urut 3 (tiga) Anis Baswedan dan Sandiaga S Uno tidak boleh mempengaruhi kasus hukum Ahok ini,” katanya.
Menurutnya tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap kasus Ahok ini sesuai dengan lazimnya penista-penista agama sebelumnya yang jelas-jelas dinyatakan bersalah bahkan sebelum diproses sudah di jebloskan ke dalam penjara. Oleh karena itu, sambungnya, praktik-praktik penyelewengan hukum di Indonesia membuat hukum belum dapat diterapkan secara maksimal.
“Ini disebabkan lemahnya pollitical will dari para pemimpin negara dan adanya campur tangan politik terhadap hukum. Hal ini yang diduga terjadi pada kasus Ahok,” terang Mulyadi.
Mulyadi juga mengatakan, pembacaan tuntunan Jaksa Penuntut Umum hari ini sangat tidak adil. Mulyadi menilai ini mencederai rasa keadilan masyarakat. Pihaknya mengecam keras terhadap tuntutan yang sangat rendah ini.
“Jangan permainkan hukum hanya karena kepentingan sekelompok orang. Bangsa ini terlalu mahal dipertaruhkan hanya karena seorang Ahok,” tutupnya. []