DENGAN tangan yang berlumuran darah selepas membunuh Ibnu Zubair, Hajjaj beranjak menemui Asma’. Lalu dengan congkaknya lelaki keparat ini berkata, “Lihatlah, bagaimana putramu telah berbuat ilhad di Baitullah dan sekarang ia merasakan siksaan yang pedih dari Allah.”
“Dasar pendusta!! Ia justru anak yang berbakti pada orang tuanya, lagi rajin qiyamullail dan berpuasa,” kata Asma menimpali.
BACA JUGA: Abdullah bin Zubair Selalu Teguh Dalam Kebenaran
Dikisahkan pula bahwa Al-Hajjaj datang kepada Asma yang ketika itu usianya telah mencapai 100 tahun seraya mengatakan, “Wahai ibunda, sesungguhnya Amirul Mukminin (Abdul Malik bin Marwan) menyuruhku untuk berlaku baik kepadamu. Maka apakah ibunda menginginkan sesuatu?”
“Aku tak pernah menjadi ibumu,” bentaknya. “Aku adalah ibu dari lelaki yang tersalib di atas bukit itu (yaitu Ibnu Zubair) dan aku tak butuh apa-apa darimu. Akan tetapi akan kusampaikan sebuah hadits yang kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengatakan, “Akan muncul dari Tsaqif yaitu kabilah darah, yang terakhir lebih jahat dari yang pertama.” Tentang si pendusta, kami telah mengetahui siapa orangnya, sedangkan pembunuh itu tak lain menurutku adalah engkau.” Jawab Asma.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Umar datang bersama Al-Hajjaj menemui Asma, sedangkan puteranya masih di tiang penyaliban. Ibnu Umar berkata kepadanya, “Sesungguhnya jasad itu tak seberapa berarti, yang penting arwah orang yang beriman ada di tangan Allah. maka bertakwalah engkau kepada Allah dan sabarlah!”
Asma’ pun menjawab, “Memangnya apa yang menghalangiku untuk sabar, sedangkan kepala Nabi Yahya bin Zakariyya saja akhirnya dihadiahkan kepada seorang pelacur Bani Israil???”
Yahya bin Ya’la at-Tamimi menceritakan dari ayahnya, katanya, “Aku memasuki Mekkah pada hari ketiga setelah terbunuhnya Ibnu Zubair, dan ketika itu masih terpancang di tiang penyaliban,. Maka datanglah ibunya, seorang wanita tua renta berbadan tinggi yang telah buta. Ia mengatakan kepada Al-Hajjaj, “Belum tibakah saatnya bagi puteraku untuk diturunkan?”
“Oh, si munafik itu maksudmu?” ledek Hajjaj.
“Demi Allah, ia tak pernah menjadi munafik. Ia orang yang rajin shalat dan berpuasa serta berbakti pada orang tuanya,” tukas Asma’.
“Pergilah sana, hai perempuan tua! Nampaknya engkau mulai pikun,” kata Hajjaj.
BACA JUGA: 3 Hal Penyebab Zubair Termasuk Sepuluh Orang Sahabat yang Dijamin Masuk Surga
“Demi Allah, aku tak pernah pikun sejak mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan muncul dari Tsaqif seorang pendusta dan pembunuh yang haus darah… ”
Asma berdoa kepada Allah agar diberi kesempatan untuk mengurus jenazah puteranya. Maka Allah pun mengabulkan doanya, dan akhirnya Asma memandikan puteranya yang syahid itu, mengafaninya, memberinya wewangian, lalu menyolatkan dan menguburkannya. []
Sumber: Kisah 25 Sahabat Nabi & Rasul Dilengkapi Kisah Sahabat Tabi’in dan Hikmah Rasulullah/ Kajian Islam 2