ADA kaidah yang menyatakan, setiap amin (orang yang menerima amanah harta), yang mengklaim bahwa ia telah mengembalikan harta tersebut ke pemberi amanah, klaimnya tersebut diterima dengan disertai sumpah, kecuali penerima barang gadai (murtahin) dan penyewa barang (musta’jir), klaim mereka berdua tidak diterima kecuali ada bukti yang menyertainya.
“Amin” yang dimaksud di atas adalah orang yang menerima harta dengan yad amanah, seperti wakil dalam akad wakalah, pihak yang berserikat dalam syirkah, pengelola usaha dalam akad qiradh (mudharabah), penerima barang titipan (wadi’), murtahin dan musta’jir.
BACA JUGA:Â Balasan Memakan Harta Anak Yatim
Pemegang yad amanah ini, tidak punya kewajiban mengganti rugi barang yang diamanahkan padanya, jika barang itu rusak atau hilang, kecuali jika ada kelalaian atau kesengajaan yang dia lakukan.
Karena memegang yad amanah, maka pengakuan atau klaimnya, bahwa barang yang diamanahkan padanya sudah dikembalikan pada pemberi amanah, dengan disertai sumpah, itu diterima, dan ia tidak perlu mendatangkan bukti atas klaim dan sumpahnya tersebut.
Kecuali murtahin dan musta’jir, meski keduanya juga memegang yad amanah, klaim dan sumpahnya tidak diterima kecuali disertai bukti. Hal ini karena mereka memegang harta tersebut untuk kemaslahatan mereka sendiri.
Kaidah yang disebutkan di awal tulisan, tidak berlaku bagi pemegang yad dhamanah, yaitu yang punya kewajiban mengganti rugi barang yang hilang atau rusak di tangannya, baik karena kelalaiannya ataupun tidak.
BACA JUGA:Â Bukan Kemiskinan yang Aku Khawatirkan, 5 Kisah Pintar Mengelola Harta
Baik ia memegang harta tersebut dengan izin syar’i, seperti peminjam barang (musta’ir), maupun tanpa izin syar’i, seperti orang yang mengambil harta orang lain secara sengaja tanpa izin pemiliknya (ghashib).
Wallahu a’lam. []
Rujukan: At-Taqrirat As-Sadidah, Qism Al-Buyu’ Wa Al-Faraidh, karya Syaikh Hasan bin Ahmad Al-Kaf, Halaman 194, Penerbit Dar Al-Mirats An-Nabawi, Hadramaut, Yaman.
Oleh: Muhammad Abduh Negara