JAKARTA—Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menduga, penolakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo oleh Amerika Serikat (AS) karena Gatot dikenal dekat dengan umat Muslim di Indonesia.
Menurut Ujang, tak mungkin negara sebesar AS melakukan penolakan terhadap seseorang tanpa ada sebab yang jelas.
“Kita tahu sendiri, sejak masa kampanye, Presiden AS Donald Trump sudah menunjukkan dirinya anti-Islam. Jadi indikasinya bisa dilihat dari sisi itu,” ungkap Ujang dikutip dari Republika.co.id, Rabu (24/10/2017).
“Tidak mungkin itu hanya kesalahan teknis dari otoritas tertentu. Pasti terkoneksi sampai pada Presidennya. Saya kira itu berkaitan langsung dengan kebijakan Donald Trump,” imbuhnya.
Apalagi,imbuhnya, ketika aksi bela Islam Gatot terindikasi berpihak kepada umat Islam. Menurut Ujang, ada kelompok tertentu yang mencap masa aksi bela Islam waktu itu merupakan kelompok Islam garis keras. Meski pun hal itu masih bisa diperdebatkan.
“Nah, di situlah saya kira titik temunya dengan Presiden Trump yang sangat anti dengan Islam garis keras,” terangnya.
Ujang juga menilai, penolakan terhadap Gatoto merupakan shock therapy bagi Indonesia. Selama kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia lebih condong berkiblat ke negeri tirai bambu.
“Bisa juga ini shock therapy dari AS untuk Indonesia karena ketergantungannya terhadap Cina lebih besar daripada AS,” tutur dia.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini juga mengapresiasi langkah cepat pemerintah Indonesia dalam merespons penolakan tersebut. Meskipun, Ujang mengatakan, penolakan itu tetap merupakan tamparan keras bagi pemerintah Indonesia. []