JAKARTA— Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menanggapi hal terkait telah disahkannya UU MD3 oleh DPR. Menurut Hendri UU MD3 saat ini semakin menguatkan bahwa anggota DPR sebagai lembaga yang antikritik dari masyarakat.
Kemudian pada Pasal 122 huruf k, dimana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan melakukan pelaporan terkait adanya pelanggaran hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan penghinaan terhadap anggota DPR dan lembaga DPR.
“Batasan antipenghinaan dan antikritik memang tipis,” ujar Hendri
Hendri berpandangan, dengan adanya UU MD3 yang disahkan wajar apabila rakyat justru melihat parlemen sebagai lembaga yang tidak menerima kritikan atau masukan yang positif untuk ke depannya.
Tak hanya itu, Hendri menyatakan, peraturan soal penghinaan anggota DPR masih tidak jelas titik poinnya. Dia menyebut hal itu terkesan dengan pasal karet ke depannya.
“Dengan UU MD3 yang saat ini ada maka wajar bila masyarakat mencitrakan DPR tidak mau dikritik karena ada penyebutan tentang penghinaan yang abu-abu batasannya,” ujarnya.
Menurut mereka aturan ini dibuat untuk menjaga marwah dan citra dari seluruh anggota DPR.
Sebelumnya, DPR kembali menjadi sorotan usai disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasalnya, ada beberapa pasal yang dinilai berbagai kalangan kalau itu sebagai upaya lembaga legislatif membuat benteng dengan rakyat.
Adapun bunyi Pasal 122 huruf k dalam revisi UU MD3 itu adalah:
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan Bertugas:
Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. []
SUMBER: SINDONEWS.COM