PALESTINA–Ketua Asosiasi Pengusaha Palestina Ali al Hayik mengatakan, tahun 2018 merupakan yang terburuk menimpa perekonomian Palestina di Gaza, di sektor investasi dan aktifitas perekonomian, dan pengurangan krisis kemanusiaan dan sosial, yang diakibatkan oleh perpecahan yang terus berlanjut, dan blokade Israel sejak 12 tahun lalu.
BACA JUGA: Kunjungi Zona Merah Pengungsian Palestina, Hedi: Saya Merasa Terpanggil
Dalam keterangan persnya, Al-Hayik menambahkan, kondisi ekonomi di Gaza makin memburuk, yang memicu pengangguran dan kemiskinan. Pada empat bulan terakhir tahun 2018 mencapai 54,9% atau 295 ribu pengangguran, dan kemiskinan mencapai 55%, atau lebih dari separuh penduduk Gaza berada dalam kemiskinan, dan bisa meningkat sampai 60% jika tak ada solusi ekonomi.
Sementara lapangan kerja di Gaza sejak lima tahun lalu berada di titik terendah, dan tak bisa menampung lulusan universtitas Palestina setiap tahunnya. Di tengah minimnya solusi pemerintah, ada sekitar 225 ribu lulusan universitas tak tertampung lapangan kerja.
BACA JUGA: Enam Keistimewaan Negeri Palestina
Al Hayik menjelaskan, sebanyak 80 % pedagang dan pengusaha hampir gulung tikar akibat blockade dan perpecahan, serta eksodus keluar dengan harapan mendapatkan suasana kondusif untuk investasi, dan menghindari kerugian.
Diprediksi tahun 2019 depan terjadi peningkatan krisis ekonomi jika masih terjadi perpecahan dan blockade Israel ke Gaza, dan tak ada solusi ekonomi, dan tak ada bantuan di sektor ini.