PADA suatu hari, ketika sepasang suami isteri duduk makan di ruang tamu, datanglah seorang pengemis berpakaian lusuh meminta belas kasihan mereka.
“Tolonglah pak buk, saya lapar, sejak semalam tidak menjamah sesuap nasi,” ujar pengemis itu.
Dengan muka bengis, si suami sambil menjeling kepada isterinya yang cantik, mengusir si pengemis itu.
Dalam hatinya, si suami berkata, “Aku berdagang hingga sukses bukan untuk orang lain, tetapi untuk diri dan keluargaku.”
Melihat hal itu, si isteri tidak dapat berbuat apa-walaupun dalam hatinya ada niat untuk bersedekah.
BACA JUGA:Â Kisah Sedekah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah
Beberapa tahun kemudian, perniagaan si suami bangkrut dan dia menjadi miskin. Dia kemudian menceraikan isterinya karena tidak mau isterinya turut menderita sepertinya. Setahun kemudian, isteri yang masih cantik itu menikah pula dengan lelaki lain.
Pada suatu hari, sedang si isteri dan suami barunya tengah makan, tiba-tiba seorang pengemis mengetuk pintu sambil meminta belas kasihan.
Mengetahui ada pengemis, si suami menyuruh isterinya menghidangkan sepiring nasi berlaukkan seperti yang mereka makan.
Setelah memberi nasi kepada pengemis itu, si isteri menangkup muka sambil menangis. Si isteri mengadu bahwa si pengemis itu sebenarnya adalah bekas suaminya yang dulu pernah mengemis seorang pengemis.
Suami yang baru itu menjawab dengan tenang. “Demi Allah, sebenarnya akulah pengemis yang dihalau dulu!”
BACA JUGA:Â Â Haruskah Memberi pada Pengemis?
Cerita ini memberi pengajaran bahwa hidup kita seperti putaran roda dan tidak selalunya atas. Ada masanya kita akan turun ke bawah dan atau sebaliknya.
Rasulullah ï·º bersabda yang maksudnya : “Sedekah itu dapat menutup tujuh puluh ribu kejahatan.”
Anas bin Malik pula meriwayatkan bahawa Nabi Muhammad ï·º bersabda: “Barang siapa mempunyai harta, maka bersedekahlah dengan kekayaannya, barang siapa yang mempunyai ilmu, maka bersedekahlah dengan ilmunya dan barang siapa yang mempunyai tenaga, bersedekahlah dengan tenaganya.” []