Oleh: Sabrina Jamilah
Mahasiswi STEI SEBI
sbrnbina99@gmail.com
PEMANFAATAN teknologi sudah banyak digunakan dalam dunia bisnis, mulai dari telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, perbankan, perdagangan hingga transportasi. Selain itu, perkembangan teknologi juga merambah ke dunia keuangan yang disebut dengan Financial Technology atau Fintech. Fintech merupakan layanan keuangan berbasis digital yang memberikan akses terhadap produk keuangan sehingga transaksi menjadi lebih efektif dan praktis.
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam sistem pembayaran ini membuat pergeseran metode pembayaran dari pembayaran secara tunai menjadi non-tunai (cashless). Di Indonesia, sistem pembayaran secara umum masih menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran meskipun terdapat juga yang sudah menggunakan non-tunai. Padahal di beberapa negara sudah menerapkan cashless demi mengurangi inflasi (uang beredar) seperti Jepang, Singapura, Inggris dan Amerika.
BACA JUGA: Kartu Kredit Syariah, Adakah?
Salah satu alat pembayaran non-tunai ialah e-Money (Uang Elektronik). E-Money merupakan salah satu bentuk uang digital yang berfungsi untuk memindahkan data saldo uang yang terkandung pada e-money kita ke komputer atau sistem informasi penjualan, sehingga barang yang kita inginkan terbeli tanpa mengeluarkan tambahan uang cash.
Penggunaan uang elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non cash menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang cash. Uang elektronik menawarkan transaksi yang lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang cash, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), sebab dengan uang elektronik transaksi tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan murah serta menjamin keamanan dan kecepatan transaksi, baik bagi konsumen maupun bagi pedagang.
Islam sendiri telah mengatur yang ada di muka bumi ini termasuk dalam hal bermuamalah. Hukum penggunaan uang elektronik itu sendiri diperbolehkan selama tidak melanggar syari’at Islam dan karena adanya tuntutan kebutuhan manusia akan uang elektronik serta pertimbangan banyaknya maslahat dalam penggunaan uang elektronik tersebut.
Dalam transaksi pembayaran pada uang elektronik terdapat prinsip-prinsip syariah yang harus diterapkan pada media uang elektronik agar sesuai dengan ketentuan uang elektronik syariah. Berikut prinsip yang harus diterapkan :
1. Tidak mengandung Maysir
Maysir yaitu transaksi yang didalamnya mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi.
2. Tidak mendorong Israf
Agar terhindar dari Israf (pengeluaran yang berlebihan) dalam konsumsi maka dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik dan batas makasimal total nilai transaksi yang elektronik dalam periode tertentu. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya artinya: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf [7]:31)
3. Tidak digunakan untuk transaksi objek haram
Uang elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip syariah, maka uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek yang mengandung unsur haram dan maksiat.
Penggunan uang elektronik yang berlaku saat ini diperkenankan jika memenuhi hajah (semi darurat), ada kebutuhan masyarakat yang nyata untuk memenuhi hajat primer dan sekunder mereka seperti hajat finansial dan tugas kerja harian. Dan semaksimal mungkin memanfaatkan uang elektronik yang diterbitkan oleh bank-bank syariah untuk fasilitas yang tersedia.
DSN-MUI membuat ketentutan akad terkait e-money syariah, yakni :
1. Akad Wadi’ah
Akad yang terjadi antara penerbit dan pemegang e-money syariah, di mana nominal uang elektronik tersebut berifat titipan dan dapat digunakan oleh pemegang kartu kapan saja. Jumlah uang elektronik yang dititipkan tidak boleh digunakan penerbit kecuali atas izin pemegang kartu
2. Akad Qardh
Sebelumnya penerbit e-money syariah akan menentukan jumlah maksimal dana float (dana titipan yang belum digunakan oleh pemilik dana). Apabila dana float ini dengan izin pemiliknya digunakan oleh penerbit, maka barulah diberlakukan akad qardh atau akad pinjaman.
BACA JUGA: Penyusutan Nilai Uang
Dalam praktik e-money syariah, ada tiga pihak yang terlibat, yaitu :
1. Penerbit e-money sebagai pihak yang menerima wadi’ah atau qardh. Salah satu institusi yang menyediakan produk tersebut adalah bank syariah
2. Pemegang kartu e-money syariah sebagai pemilik dana yang memberikan wadiah atau qardh
3. Merchant yaitu penjual barang dan jasa yang menerima pembayaran dari pemegang e-money syariah. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.