Oleh: Felix Y. Siauw
SEBAIK-BAIKnya pengingat adalah mati, sebab itu adalah satu-satunya hal yang pasti. Sebagaimana kita menyaksikan ada yang datang dan pergi, semuanya tinggal menghitung hari.
Tapi tak banyak yang mempersiapkan diri, mulai dari amal ibadah sampai bersihkan hati, menjauhkan diri dari iri dan dengki, atau lisan yang penuh cela nan menyakiti.
Adakah mereka yang kasar lisannya itu tak percaya akan hari berbangkit nanti?
Dimana tiap kata-kata akan Allah tanyai? Kala tertunduk wajah-wajah yang menyesali?
Ataukah tak cukup ancaman Allah dalam kitab suci?
Bahwa tiap kedzaliman akan dibalas dengan pasti, bahwa tak ada yang luput dari perhitungan walau sekecil biji sawi
Sementara kita disini melalaikan bekal untuk pergi, padahal perjalanan kelak bukan sehari atau dua hari, akan tetapi panjang dan dahsyat tak terbayang sama sekali.
Kalau saja tiap penghuni kubur bisa menasihati, tentu kita takkan mudah mengumbar janji, apalagi sampai mencaci maki, kita akan berkata baik dan ranggi, introspeksi diri.
Tapi akhirat memang milik yang punya akal dan hati, yang berpikir dan meyakini bahwa ada hidup setelah mati, karenanya ia senantiasa ingatkan diri, Allah Maha Mencermati.
Banyak yang takutkan manusia padahal semua manusia akan mati, tapi aman dari Allah pemilik kekuatan sejati. Padahal takut kepada Allah itulah ilmu yang paling tinggi. []