BANGLADESH – Wabah penyakit dikhawatirkan merebak di kamp pengungsi Rohingya karena minimnya air bersih dan toilet. Risiko penyakit semakin besar karena memasuki musim hujan, ditambah laporan para dokter di lapangan adanya kasus diare berat khususnya di antara anak-anak.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah memperingatkan mimpi buruk kemanusiaan di kamp-kamp pengungsi Rohingya. Hampir setengah juta pengungsi terpaksa tinggal di tenda-tenda darurat di perbatasan Bangladesh setelah melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.
Seorang pengungsi Rohingya, Rashida Begum, batal mengambil air dari pompa air dekat sebuah kakus berbau yang dipakai oleh lebih dari 100 keluarga.
“Pompanya bekerja, tapi airnya berbau busuk, jadi kami tidak meminumnya,” kata Begum.
Hujan lebat hampir setiap hari membuat arus mengalir deras di daerah tempat puluhan ribu warga Rohingya buang air besar. Aliran air keruh itu menjadi satu-satunya sumber air minum mereka.
Bau busuk kotoran merebak di udara di lingkungan kamp pengungsi Kutupalong yang dihuni ribuan warga Rohingya. Antrean pasien juga tampak memanjang di sebuah klinik lapangan untuk diperiksa oleh satu-satunya dokter di sana.
Dokter bernama Alamul Haque menerima 400 pasien setiap hari sehingga tampak kelelahan. Dia menyebut anak-anak mengalami penyakit terkait air kotor.
“Awalnya, orangtua membawa satu atau dua anak bersama mereka. Sekarang, tiga sampai empat,” ujar Dr Haque dari organisasi kemanusiaan Bangladesh SDI.
Hujan sudah turun, jadi sampah ada di mana-mana. Ada kemungkinan besar wabah diare di sini,” katanya.
Sumur air tanah baru digali secara cepat di seluruh kamp, yakni sepanjang distrik Cox’s Bazar yang berbatasan dengan Myanmar. Namun, risiko kekurangan air masih berpotensi besar melihat skala pengungsi yang besar.
Seorang pria Rohingya yang tidak disebut namanya, mengatakan antrean panjang terjadi di mana pun pengungsi mengumpulkan air. Lebih banyak orang dibandingkan airnya,” ujarnya.
Selain krisis air bersih, sanitasi juga menjadi perhatian mendesak. Jumlah toilet masih belum memadai, sehingga banyak orang melakukan buang air besar di mana saja.
“Ada ratusan orang mengantre toilet. Ini masalah besar, khususnya untuk anak-anak,” pungkasnya demikian seperti dilansir Reteurs.[]