BAYI prematur adalah bayi yang lahir sebelum waktunya. Maksudnya, lahir sebelum usia enam bulan. Dalam istilah ahli fiqh, bayi yang seperti ini dinamakan dengan As-Siqthu (السِقْطُ).
Dalam prosesi pengurusan jenazahnya, ada beberapa ketentuan. Berikut point-point kesimpulannya dan tidak lupa kami tambahan beberapa hal yang berkaitan dengannya:
(1). Lahir dalam kondisi sempat hidup walau sejenak dengan didapatkan tanda-tanda kehidupan, seperti : menjerit dengan keras, atau menangis, atau sempat menetek, atau melihat, atau bergerak dengan gerakan yang cukup keras, atau yang sejenisnya. Bayi yang seperti ini diperlakukan sebagaimana jenazah muslim dewasa, yaitu WAJIB dimandikan, dikafani, dishalatkan, lalu dikuburkan.
BACA JUGA: Bahayakah Bayi yang Sering Kaget Ketika Tidur?
(2). Lahir dalam kondisi tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali seperti yang telah disebutkan dalam poin pertama dan belum terbentuk sebagai manusia.
Dalam keadaan ini, DISUNAHKAN tiga hal, yaitu dimandikan, dibungkus dengan selembar kain*, dan dikuburkan, tanpa dishalatkan. Jika telah terbentuk sebagai manusia, maka tiga hal tersebut menjadi WAJIB .
(3). Jika lahir setelah usianya mencapai enam bulan, maka diperlakukan seperti jenazah muslim dewasa secara mutlak, baik lahir dalam kondisi meninggal atau sempat hidup walau sejenak lalu meninggal. WAJIB untuk dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.
BACA JUGA: Hukum Menshalatkan Bayi Keguguran
(4). Keluar dari rahim berupa segumpal darah atau daging. Dalam kondisi ini tidak dinamakan lagi bayi prematur, tapi keguguran. Dianjurkan untuk dikuburkan tanpa dibungkus dengan selembar kain. Tidak ada prosesi lain selain ini.
Demikian artikel sederhana ini. semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Barakallahu fiikum. Wallahu a’lam. []
Facebook: Abdullah Al jirani
Referensi : Fathul Qairb, hlm. (72), Kifayatul Akhyar : (1/133), Nihayatuz Zain, hlm. (156)
* Kalimat “dibungkus dengan selembar kain” sifatnya lebih umum. Sedangkan kalimat “dikafani”, memiliki arti lebih khusus, yaitu cara membungkus jenazah dengan mengikuti beberapa aturan syari’at, misalnya dianjurkan tiga lapis dan yang lainnya.