SEORANG lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ untuk suatu keperluan. Setelah selesai, beliau ingin menjamu tamunya tersebut, tetapi ternyata istri-istri beliau tidak mempunyai persediaan makanan kecuali hanya air putih.
Maka beliau bersabda: “Siapakah yang akan menjamu orang ini malam ini?”
Seorang lelaki Anshar menyanggupi, dan setelah berpamitan kepada Nabi ﷺ, ia mengajak orang tersebut ke rumahnya. Tiba di rumah, ia berkata kepada istrinya: “Muliakanlah tamu Rasulullah ini!”
BACA JUGA: Rasulullah dan Ibnu Abbas
Tetapi jawaban yang diperolehnya sungguh mengejutkan, istrinya berkata: “Tidak ada makanan kecuali hanya satu piring untuk anak kita!”
Terlanjur berjanji kepada Nabi ﷺ, sahabat Anshar ini meminta istrinya untuk menidurkan anaknya terlebih dulu, setelah itu menyiapkan makanan bagi tamu Rasulullah tersebut dan dua piring kosong untuk mereka berdua.
Saat mereka bersiap untuk makan, ia berpura-pura membetulkan lampu, yang sebenarnya malah memadamkan lampu tersebut. Kemudian mempersilahkan tamunya untuk makan, sementara ia dan istrinya juga berpura-pura sedang makan dari dua piring kosong di hadapannya.
Malam itu tamu Rasulullah ﷺ tidur nyenyak di rumahnya dengan perut kenyang, sementara sahabat Anshar ini beserta istri dan anaknya tidur dalam keadaan lapar.
Keesokan harinya ketika sahabat ini bertemu Rasulullah ﷺ, beliau tersenyum dan bersabda kepadanya: “Tadi malam Allah tertawa, Dia takjub dengan apa yang kalian lakukan…”
BACA JUGA: Tsauban, yang Sangat Mencintai Rasulullah
Maka turunlah ayat al Qur’an, surah al Hasyr ayat 9 yang menunjukkan pujian atas sikap mereka: “Wa yu’tsiruna ‘alaa anfusihim wa lau kaana bihim khashaashah.” (Dan mereka mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri walau mereka juga memerlukan).
Tidak ada kejelasan, siapa nama sahabat tersebut. Sebagian riwayat menyebutkan, dia adalah Tsabit bin Qais al Anshari RA, sebagian lagi Abu Thalhah. Ada juga yang menyebutkan Sa’d bin Abi Waqqash, padahal dia adalah sahabat Muhajirin. Wallahu a’lam. []