Oleh: Savitry ‘Icha’ Khairunnisa
Kontributor Islamos, Tinggal di Norwegia
JADI ini penjara di Ila, Bærum, Norwegia. Penjara ini khusus untuk para napi kelas kakap, dengan hukuman maksimal 22 tahun. Iya, sistem hukum Norwegia tidak mengenal hukuman mati. Dan 22 tahun itu adalah hukuman maksimal untuk saat ini. Termasuk untuk pembunuh massal sekelas Anders Breivik.
Sekarang lagi dipertimbangkan untuk menaikkan lama hukuman penjara maksimal menjadi 40 tahun. Masih wacana, belum terlaksana.
Beginilah negara yang katanya sangat menjunjung hak asasi manusia. Bahkan napi pelanggaran berat (penjahat seksual, pembunuh) pun tetap harus diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat.
Biar kata dikurung, gedung penjaranya megah. Sel (atau lebih tepatnya kamar) pun bisa digolongkan mewah. Satu sel ditempati sendiri. Tempat tidur empuk, toilet sendiri, ada meja belajar, TV, komputer, buku-buku, dan tentunya penghangat ruangan.
Ketika wabah Corona sedang menggila di Norwegia, semua penjara langsung ditutup dari dunia luar. Tidak ada kunjungan keluarga atau siapapun. Lalu gimana para napi melepas rindu dengan keluarga?
Saat itu juga pemerintah membelikan ratusan iPad, yang dipakai sebagai sarana video call buat mereka.
Iri opo ora, Gess?
Dengan adanya Corona, banyak program sekolah yang terhenti (o iya, status napi tidak menghalangi seseorang untuk kuliah atau ikut kursus pelajaran apapun).
Olahraga bersama yang rutin, juga ditiadakan, karena keharusan social distancing.
Namun para napi ini tak perlu sedih. Mereka diperbolehkan keluar menghirup udara segar di halaman penjara yang luas dan asri. Berasa lagi liburan, ya, kalau lihat pemandangannya.
Sekarang, saat wabah sudah mereda, mereka boleh terima kunjungan lagi. Antara napi dan pengunjung terpisah plexiglass seperti di foto.
Ya begini ini penjara di Norwegia. Saya pernah lihat gedung penjara Haugesund. Lokasinya nggak jauh dari perumahan warga. Bentuk gedungnya apik. Warna catnya pink. Nggak ada serem-seremnya sama sekali sebagai gedung penjara.
Etapi ternyata pernah ada kasus napi yang coba melarikan diri. Ala-ala “Escape From Alcatraz” gitu. Si napi memanjat turun dari selnya (di gedung bertingkat). Merayap di antara pijakan sempit yang menghubungkan jendela-jendela sel penjara.
Apesnya, usahanya ini keburu ketauan. Selain dia mencoba kabur di siang bolong, para sipir meski santuy tetap waspada. Akhirnya karena panik, si napi masuk ke salah satu jendela yang terbuka. Jebul itu adalah ruang persidangan.
Apes bener, dah. Gagal lolos, dan langsung jadi guyonan sak negara.
Pelajaran moralnya, tetap ya: senyaman apapun hidup di penjara, kebebasan adalah impian semua orang. []