Oleh: Erna Dwi Susanti
SETTING tempat kali ini adalah ruang kelas 1.2 satu sekolah tinggi kedinasan di Jalan Ir.H. Djuanda 367 Bandung
“Ukh boleh pinjam pensilnya?” seorang akhwat satu siang di kelas Intervention of Social Work pas jaman kuliah dulu sempat pinjam pensil saya. Iya, meskipun sudah menjadi mahasiswa pensil adalah alat tulis yang tetap jadi favorit saya. Selain mudah dihapus kalau salah, warna goresannya yang abu serta gradasinya yang lembut membuat saya merasa nyaman dan mengaguminya. Tak hanya yang berwarna hitam, bahkan warna pelangi masih sering menjadi bahan koleksian saya.
Tapi, keberuntungan belum berpihak pada akhwat itu sepertinya. Jawab saya lirih campur gak enak “Boleh ukh, tapi afwan kayak gini pensilnya,”. Datar saya tunjukkan pensil patah yang jatuh dan keinjak barusan di halaman depan.
BACA JUGA:Â Renungan Hari Ini
“Kayak gini, masih bisa anti pakai ukh? kalau mau, ini rautannya”. Diterimanya dengan senang, karena waktu itu tampak sangat dibutuhkan pensil kecil ala kadarnya itu. Menyusun rencana intervensi yang harus dituliskan dalam skema menggunakan pensil.
Materi kuliah berakhir dan pensil itu belum dikembalikan. Sehari, dua hari bahkan sampai hari ini, setelah saya lulus dari bangku kuliah pensil itu belum kembali di kotak alat tulis. Tapi sama sekali tidak saya nantikan kembalinya pensil yang memang sudah patah kemarin. Mengingatnya saja baru kali ini. Saya lupa atau lebih tepatnya sangat kelupaan. Alasannya simpel, pensil itu sudah patah dan sudah tidak akan dimanfaatkan lagi. Tapi di seberang sana, pas kemarin kala, akhwat itu sangat terbantu dengan pensil patah yang diperolehnya. Toh juga masih ada beberapa stok pensil lainnya.
BACA JUGA:Â Renungan Ustman bin Affan, 6 Ketakutan Seorang Mukmin
Pensil Patah Mengajarkan Arti Ketulusan
Pensil patah yang dipinjam sedikit atau banyak memang memberi hikmah dan pembelajaran. Kali ini saya menyebutnya dengan satu kata berupa, k-e-t-u-l-u-s-a-n, iya, ketulusan. Karena hakikat dasar dari ketulusan adalah suatu rasa yang tidak dirasa. Pensil yang tidak berharga lagi bagi saya, tapi mungkin sangat bermakna bagi dirinya. Dan ketulusan adalah langkah memberi tanpa harap dihargai.
Belum ada yang perfect, namun tidak harus perfect untuk mengajak perfect. Mari meng-upgrade diri. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word