Oleh : Ikhlas Hikmatiar
(Editor Buku dan Pengajar Bahasa Indonesia di Purwakarta)
BULAN suci Ramadhan merupakan bulan suci yang penuh bertabur berkah. Keberkahannya itu bisa kita lihat dan rasakan langsung dengan banyaknya keutamaan yang dimiliki oleh bulan ini. Selain sebagai syahrul Quran (bulan diturunkannya Alquran), Ramadhan juga sering disebut sebagai syahrul maghfirah (bulan ampunan) dan syahrul ‘ibadah (bulan ibadah).
Artinya, Ramadhan ini merupakan momentum bagi kita untuk bertobat dan memperbanyak ibadah. Pasalnya, pada bulan ini Allah hamparkan pintu-pintu ampunan dan rahmat-Nya seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin kembali bertobat kepada-Nya. Demikian pula dengan pintu-pintu ibadah dibukakan oleh Allah selebar-lebarnya sehingga memudahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk beramal saleh sebanyak-banyaknya.
Namun, walau demikian, ada lima hal penting yang perlu diwaspadai dan dihindari oleh kita saat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Kelima hal ini disebut-sebut sebagai perusak amal di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita perlu tahu dan menjauhinya sejauh-jauhnya agar tidak merugi.
BACA JUGA: Amalan Ringan Penghasil Pahala Terbanyak Saat Bulan Ramadhan
Apa saja lima perkara yang dapat merusak amal di bulan suci Ramadhan tersebut?
1 Puasa, tetapi Masih Terus Bermaksiat
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari, No. 1903)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.” (HR. Ahmad, 2 : 373)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 3:242. Menurut Al-A’zhami, sanad hadis tersebut shahih).
Kata lagwu dalam hadis di atas berarti perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah. Adapun rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki terhadap perempuan atau bisa juga bermakna perkataan kotor/jorok.
2 Beramal Tanpa Ilmu
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
اَنَّ العَامِلَ بِلَا عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ اَنَّ عَطَبَ مِثْلِ هَذَا اَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَاِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang rusak karena berjalan tanpa penuntun tadi akan mendapatkan kesulitan dan sulit bisa selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.”
3 Puasa, tetapi Tidak Shalat
Pernah ada seseorang yang bertanya kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “Apa hukum orang yang berpuasa, tetapi meninggalkan shalat?” Beliau pun menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
”Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)
Hujah lainnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, No. 82)
Selanjutnya, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menambahkan, “Kami katakan: ‘Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa.’ Adapun jika engkau puasa, tetapi tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah darinya.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 17:62)
BACA JUGA: Dari Sahur hingga Buka Puasa, Inilah 6 Amalan Sunah di Bulan Ramadhan
4 Tergesa-gesa dalam Shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ
“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim, No. 756)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Bulughul Maram, Bab “Dorongan agar khusyu’ dalam shalat, Ibnu Hajar rahimahullah menyampaikan terkait hadis di atas sebagai berikut bahwasanya sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadis tersebut adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surah, ruku, maupun sujud. (Lihat Syarh Bulughul Maram, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49:3, Asy-Syamilah)
5 Pelit Sedekah
Sungguh sangat merugi orang yang bakhil alias kikir dan pelit terhadap hartanya untuk disedekahkan pada bulan Ramadhan. Padahal, pada bulan ini adalah momen terbaik untuk berderma karena di samping akan dilipatgandakannya pahala sedekah tersebut, juga terdapat keutamaan lainnya sebagaimana hadis berikut.
‘Ali meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur.” (HR. Tirmidzi, no. 1984. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan) []