Oleh: M Hamka Syaifudin
Mahasiswa STIT Hidayatullah Batam
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah swt terhadap apa yang di perintahkannya,” (QS. At-Tahrim: 6).
Suatu permasalahan yang sejak dari dulu sering di dengungkan oleh para orangtua, yakni tentang nasib pendidikan anak perempuannya. Hingga ada yang mengatakan anak perempuan itu tidak usah sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya juga kembali ke pekerjaan rumah tangga juga, yang pasti berkutat sekitar dapur, kasur dan sumur. Seiring maju dan berkembangnya zaman, pikiran seperti itu juga masih belum berubah.
Masyarakat pada umumnya sepertinya belum sadar tentang pentingnya pendidikan bagi anak perempuan mereka. Sehingga setelah tamat dari sekolah menengah pertama atau atas (SMP dan SMA), kebanyakan orangtua menyarankan anaknya mencari kerja keluar negeri sebagai Tenaga kerja wanita demi mencukupi kebutuhan hidup.
Diantara sekian besar anak perempuan itu hanya sedikit saja yang punya kesadaran melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan lebih tinggi. Faktor utamanya adalah kekurangan finansial. Sehingga para orangtua lebih memilih anaknya untuk berhenti sekolah dan bekerja saja, demi mencukupi kebutuhan hidupnya daripada berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Melihat realita seperti diatas, dari sudut padang penulis memang ada benarnya. Tetapi kalau kita berpikir dan melihat kemaslahatan yang lebih besar lagi, maka kepusan-keputusan diatas kurang bijaksana. Sebab dalam hidup ini yang dipikirkan bukan hanya perut dan di bawah perut saja, tetapi ada visi besar yang kelak menjadi tanggung jawab mereka sebagai kaum wanita.
Kita semua pasti sadar bahwa jaman sekarang ini penuh dengan tantangan dan kebebasan. Sebagai orangtua tentu dibutuhkan ilmu dan perhatian yang ekstra super terhadap perkembangan anak-anaknya.
Tidak bisa di pungkiri, seperti zaman sekarang ini media sosial menjadi life style (gaya hidup), hingga orangtua harus mampu menanamkan aqidah dan Tauhid yang kuat terhadapat anak-anaknya. Agar tidak terjerumus kedalam kehancuran mental maupun aqidah.
Orangtualah yang menjadi penentu masa depan anak-anaknya. Ditangan orangtualah masa depan anak di gantungkan. Tinggal memilih jalan yang terbaik atau jatuh kedalam lembah kerusakan moral
Islam dan Kaum Hawa
Dalam Islam, wanita begitu mulia kedudukannya. Bahkan, salah satu nama surah dalam Al-Quran adalah Al-Nisa yang berarti wanita.
Bukan hanya itu, Rasulullah Saw. Ketika ditanya siapa yang paling berhak untuk dihormati, di antara ayah dan ibu, beliau menjawab, “Ibumu” hingga tiga kali, kemudian, “Ayahmu”.
Selain itu dalam juga dikatakan “Wanita adalah tiang negara. Jika ingin menegakkan negara, lindungilah wanita; dan jika ingin menghancurkan negara, hinakanlah wanita”.
Rasulullah saw menganjurkan kita –ummatnya- agar lebih mengutamakan pendidikan bagi wanita, karena wanita adalah guru paling penting. Jika ingin menyiapkan generasi yang berkualitas, maka pendidikan perempuan yang harus di persiapkan secara matang.
Berikut beberapa alasan mengapa pendidikan anak perempuan lebih diutamakan yakni
1) Peranan sentralnya dalam keluarga kelak
Suatu permasalah yang dilupakan orangtua adalah peranan anak perempuannya kelak dalam rumah tangga, calon ibu yang akan mendidik anak-anaknya menjadi generasi muslim yang berkualitas.
Sehingga sebagai orangtua harus membekali pendidikan yang baik berupa fisik maupun mental kepada anaknya. Sebab anak perempuan adalah aset yang sangat berharga, bila ingin meraih keturunan yang baik maka persiapkanlah dengan baik saat ini, jika tidak maka akan berpengaruh negative kepada keturunannya kelak.
2) Calon Istri
Mau tidak mau seorang anak perempuan kelak pasti akan menjalani bahtera rumah tangga. Ia yang akan menjadi istri untuk suaminya, dan ibu bagi anak-anaknya. Kelak ia yang akan mengurus segala urusan dalam rumah tangga, ia akan menjadi tempat curahan hati sang suami dikala letih, dan juga sebagai penyemangat disaat suami mulai putus asa.
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga tentu suami dan istri memilik karakter dan watak berbeda. Sebagaimana dikatakan oleh Sally Sweets (Hammud, 2013), perempuan dan wanita memilik cara yang berbeda dalam mengelola informasi. Pria lebih fokus dalam berbicara dan terarah, perempuan cenderung lebih fasih dan lancar.
Menurut penelitian yang lain ada perbedaan ukuran otak laki-laki dan perempuan. Perbedaan itu berpengaruh terhadap cara berpikir masing-masing. Apabila laki-laki cenderung melakukan analis secara logis informasi yang masuk, sedangkan perempuan justru melakukan analisis terhadap unsur-unsur bahasa yang menjadi pengantar informasi tesebut.
Dari dasar perbedaan itulah dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai dan saling melengkapi satu sama lain. Bila seorang istri tidak memahami suami maupun sebaliknya maka bisa menyebabkan rumah tangga itu ambruk.
Sedikit kita bercermin dengan sejarah para wanita-wanita terdahulu yang mampu memberikan inspirasi besar terhadap perkembangan dakwah islam. Sebut saja ibunda Khadijah Bin Khuwalid.
Khadijah adalah orang yang pertama kali bersaksi atas kerasulan Muhammad Saw, yang tidak lain suaminya sendiri. Dengan kekayaan yang dimiliki, Khadijah membantu setiap perjuangan Rasul. Dan dari rahimnyalah, Muhammad mendapat keturunan.
Khadijah, seorang istri yang mencintai suaminya dan juga beriman, berdiri mendampingi Nabi Saw, suami yang dicintainya, untuk menolong, menguatkan, dan membantu sehingga dengannya Allah meringankan beban Nabi. Tidaklah Rasulullah mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan, yang membuat beliau sedih, kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya jika beliau kembali ke rumahnya.
Khadijah telah berhasil menjadi teladan yang baik dan paling tulus dalam berdakwah dijalan Allah dan berjihad. Dia istri yang bijaksana, meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya, dan mencurahkan segala kemampuan untuk mendatangkan keridhaan Allah serta Rasul-Nya. Karenanya, dia berhak mendapat salam dari Rabb-Nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tak ada kesusahan dan tak ada keributan di dalamnya.
Kemudian Asiah binti Muzahim yang hidup dibawah kekuasaan raja Fir’aun. Walaupun hidup dalam lingkungan yang sombong serta angkuh, tetapi ia mampu mendidik Musa a.s mengenal Allah swt. Buktinya sekitar 30 tahun bersama Fir’aun tetapi tidak ada satupun sifat dan karakter Musa yang menyerupai Fir’aun. Mengapa Ia bisa berhasil menanamkan karakter yang luhur kedalam hatinya Musa? Pasti disana terdapat jiwa yang besar dan kekuatan hatinya dalam mendidik.
Dan masih banyak lagi kaum perempuan yang namanya mampu mengukir sejarah. Dan dari dua kisah diatas kita bertanya mengapa mereka berhasil melakukan seperti itu? mengapa mereka berhasil mencetak generasi terbaik dibawah tekanan? Mengapa mereka mampu berkorban jiwa dan raganya dalam perjuangan islam.
Jawabanya yakni karena dalam hatinya ada nilai-nilai pendidikan yang besar, ada karakter yang terpadu dalam jiwanya, karena adanya visi yang terbangun dalam jiwanya sehingga nilai-nilai pendidikan yang luhur itu mampu menggerkakkan hati mereka melakukan hal-hal yang mampu mendobrak dunia.
Oleh karena itu saya ingin memberikan sedikit solusi untuk para orangtua yang saat ini sedang mendidik anak perempuannya. Dan juga kepada orangtua yang masih berpikir bahwa tugas perempuan hanya berkutat antara kasur, sumur dan dapur.
Sungguh, pendidikan bagi anak perempuan merupakan hal yang sangat penting, perempuanlah yang kelak akan mendidik generasi masa depan. Hingga ditemukan dalam jiwa mereka ada kata-kata yang membangun spirit serta ghairah semangat perjuangan. Kata-kata mereka adalah sebaik-baik nasehat. Dan dari setiap lisannya yang terucap adalah wahyu dari Allah swt.
Sebagaimana Allah jelaskan dalam Qur’an surah Al-Baqarah ayat 131-132 “apa yang kamu sembah sepeninggalku? mereka menjawab “kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, ibrahim, ismail dan ishak, yaitu Tuhan yang maha Esa, dan kami tunduk dan patuh kepada-Nya.
Hai anak-anak ku! Sesungguhnya Allah swt telah memilih agama ini bagimu (islam) maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama islam.
Dan sekiranya kita mengkaji lagi keadaan para generasi muda saat ini banyak yang sudah jatuh kedalam jurang kerusakan moral. Belum lama ini laman Republika.co.id menulis “Jakarta Darurat Gay” mengidikasikan jakarta sebagai kota yang menyumbangkan angka penyakit lesbian, gay (homoseksual), biseksual dan transgender terbanyak sekitar 5000 orang.
Sementara kompas.com melaporkan 9,7 persen diantara 5000-an homo tersebut terinfeksi HIV. Sementara itu, data unit cyber Mabes Polri menunjukkan bahwa ada 25 ribu anak yang menonton pornografi perhari. Mengerikkan! (Mulia,okt.2016)
Kita bertanya kemana orangtuanya, siapakah yang mengambil alih pendidikan mereka, seperti apa keadaan keluarganya. Maka dari pada itu kita di Nusa tenggara timur khususnya dan indonesia pada umumnya harus bangkit melalui pendidikan. Terutama kaum perempuan. Pendidikan itu bukan masalah kecil dan enteng. Tetapi itu adalah penentu baik buruknya suatu bangsa. Saatnya sekarang adalah menyiapkan diri dengan bekal-bekal yang mumpuni. Dalami Al-Qur’an, Tauhid, Aqidah dan Adab. Datangilah pesantren-pesantren yang ada dan galilah ilmu sebanyak mungkin.
Dan jangan sampai kita sebagai orangtua masih terus meratapi kemiskinan yang selalu membelenggu di kehidupan kita. Tetapi mari kita memikirkan nasib ummat yang akan datang. Mari kita pikirkan visi kita yang jauh lebih mulia itu.
Yakin dan percayalah jika nasib pendidikan itu baik maka urusan ekonomi, sosial dan lain sebagainya akan mengekor. Renunglah firman Allah swt, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kehilangan kekuatanmu. Dan bersabarlah. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar,” (Qs.Al-Anfal: 46).
Setelah proses kian sulit itu berhasil dilalui maka kita bisa berbangga hati dan memetik hasilnya. Sekarang saatnya orangtua sadar. Sekarang saatnya kita gelorakan kembali semangat untuk menuntut ilmu. Ilmulah yang mampu membuka tabir kemisknan, ilmulah yang akan menyelesaikan problematika kehidupan ini. Dan sebaik-baik sumber ilmu adalah berpedomankan Al-Qur’an dan Hadits.
Dan menanamkan Alqur’an dan Hadits itu dimulai dari Rumah tangga. Rumah sebagai madrasah awal bagi anak-anak. Kita tidak akan sampai pada tingkat negara yang baldatun thoyyibun warabbun ghafur jika keluarga kita tidak sakinah. Wallahua’lam. []