ADAKAH yang bisa bebas dari penyakit hati “hasad”?
“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa 10/ 124-125)
Menurut Imam Nawawi, hasad adalah keinginan untuk menghilangkan suatu nikmat yang ada pada orang lain.
Sifat yang membenci kenikmatan yang ada pada orang lain dan bahagia bila melihat orang menderita.
Hasad adalah sebuah maksiat pertama di langit dan di bumi.
Ibnu Taimiyah rahimahullahu, “Sombong dan hasad merupakan dua penyakit yang telah membinasakan orang-orang terdahulu dan generasi akhir.” Kedua penyakit ini merupakan dosa terbesar yang dengannya Allah ta’ala pertama kali dimaksiati. Karena dahulu Iblis bersikap sombong dan menyimpan hasad terhadap Adam ‘alaihis salam (Jami ar-Rasail 1/233)
Sebab-sebab hasad
1. Karena tidak bersyukur dengan nikmat Allah yang diberikan kepadanya.
Munculnya hasad salah satunya adalah karena menganggap orang lebih beruntung darinya. Padahal Allah yang berhak memberikan nikmat kepada yang dikehendakiNya.
BACA JUGA: Sifat Hasad Ternyata Bisa Hinggap di Hati Orang Beriman
2. Tidak ridho terhadap qodho Allah.
“Dan paling ringannya perangai hasad adalah tidak merasa ridho dengan ketentuan (Allah). Dan menginginkan dari lawan apa yang Allah ‘jalla wa ‘ala tentukan atas hamba-hamba-Nya.” (Raudhotul Uqola wa Nuzhatul Fudhola.)
Orang yang hasad, ia merasa tidak ridho apabila Allah memberi kepada seorang (yang ia hasadi) berupa harta atau ilmu. Artinya ia tidak suka dengan ketentuan Allah.
3. Suka ikut campur dengan urusan orang lain
Sifat senang memperhatikan orang lain. Bukan dalam hal yang positif atau amar makruf nahi mungkar, melainkan dalam hal yang bukan menjadi urusannya. Sehingga banyak peluang membuatnya terjangkit hasad.
Sebab dihasadi
Janganlah dari seseorang melakukan sesuatu yang membuat orang bisa menghasadinya. Diantaranya,
1. Memajang foto yang menimbulkan rasa dengki orang lain
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Hakikat ‘ain adalah pandangan yang diiringi dengan ketakjuban dan dicampuri dengan hasad dari tabiat yang buruk yang membuat celaka orang yang dipandang.”
(Fathul Baari,10/200)
2. Menyebarkan kesuksesan dan kebahagiaannya (bukan karena niat positif, memotivasi dsb.)
Rosulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda,
“Bantulah kesuksesan hajat-hajat kalian dengan merahasiakannya, karena setiap orang yang memiliki nikmat itu akan menjadi sasaran hasad orang lain. (Silsilah Shohihah no. 1453)
Oleh karena itulah, seringkali rencana kita gagal atau mengalami banyak hambatan ketika beritanya mulai tersebar. Sedihnya lagi juga memberi peluang untuk orang lain untuk bersifat hasad.
3. Suka pamer dengan kelebihan yang dikaruniakan Allah kepadanya (suka berlebih-lebihan dalam harta, tahta dsb)
Akibat penyakit hasad
1. Menghilangkan pahala kebaikannya
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,
”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (HR. Abu Dawud).
2. Hasad membuat diri sengsara.
Hasad tidak akan mengubah kondisi orang yang dihasadi. Melainkan hanya membuat hati sakit bahkan berimbas kepada sakitnya fisik.
3. Hasad mengundang kemurkaan Allah.
Hasad adalah dosa besar yang merusak keimanan bahkan memunculkan dosa-dosa lain. Yakni kufur nikmat, tidak ridho terhadap qodho Allah serta mencelakakan/ zhalim kepada orang lain.
Obat dan penawar hasad
1. Bersyukur dengan melihat orang yang tidak lebih beruntung darinya.
Anggaplah diri lebih beruntung dari orang lain karena meskipun orang terlihat lebih baik, tak ada yang tahu apa yang pernah Allah ambil dari dirinya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Lihatlah kepada seorang yang berada dibawah kalian dan janganlah melihat orang yang diatas kalian, karena hal tersebut akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kalian”
2. Menyibukkan diri dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah asy-syifa atau obat dan penawar. Sehingga orang yang selalu bersamanya akan sehat dari segala penyakit hati.
3. Ridho terhadap qodho Allah.
Orang yang ridho terhadap qodho Allah yakin bahwa Allahlah yang memberikan segala sesuatu sesuai kehendakNya. Apapun yang Allah berikan untuknya adalah pasti yang terbaik untuk dirinya. Apa yang diberikan Allah kepada orang lain adalah nikmat/ rezeki dari Allah untuknya. Bila menginginkan nikmat serupa maka dengan meminta nikmat tersebut kepada Allah Ta’ala.
4. Berdoa perlindungan dari hasad (juga terdapat dalam zikir pagi petang)
رَبَّنَا اغْفِرْ لَـنَا وَلِاِ خْوَا نِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِا لْاِ يْمَا نِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَاۤ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
5. Mendoakan orang yang dihasadi.
Ketika menaruh kebencian bahkan dengki kepada orang lain maka berilah perhatian lebih kepadanya. Termasuk mendoakannya.
BACA JUGA: Obat Hasad Paling Mujarab
lbnu Qudamah rohimahullah berkata, “Jika terbetik di hatimu prasangka buruk terhadap seorang muslim, maka hendaklah kamu memberikan perhatian yang lebih kepadanya dan juga mendo’akan kebaikan untuknya karena hal itu akan menjadikan setan marah dan menjauh dari Anda, sehingga dia tidak melemparkan kepada Anda prasangka buruk karena kawatir Anda malah akan sibuk mendo’akan kebaikan untuknya dan lebih memperhatikannya.” [Mukhtashor Minhajul Qoshidin – 172]
6. Mengingat kematian
Mengingat mati adalah pemutus kenikmatan. Menghilangkan cinta dunia dan rasa sedih yang berlebihan.
Buat apa mengumpulkan dosa, toh besok kita akan mati. Lebih baik menabung amal sholih sehingga ketika datangnya kematian kita sudah siap dengan bekal yang terbaik untuk bertemu di dengan Allah azza wa jalla.
Demikianlah penjelasan tentang sebab, akibat serta obat penyakit hasad. Semoga Allah melindungi kita darinya.
Wallahu a’lam bi showab. []