Table of Contents
SAHABAT mulia Islampos, Allah memberi banyak sekali nikmat kepada manusia. Namun, tidak semua orang bersyukur. Bahkan, mereka banyak yang kufur. Lantas, apa penyebab kufur tersebut?
Orang bisa menjadi kufur karena beberapa faktor. Sebelum mengetahui faktor tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu kufur.
Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Mishbah menjelaskan, Alquran menggunakan istilah kufur untuk berbagai makna.
Sementara ulama menguraikan lima macam kekufuran, yakni apa yang mereka namakan kufur juhud yang terdiri dari dua macam.
- Pertama, mereka yang tidak mengakui wujud Allah SWT.
- Kedua, mereka yang mengetahui kebenarannya tapi menolaknya antara lain karena iri hati kepada pembawa kebenaran itu.
- Ketiga, kufur nikmat yakni tidak mensyukuri nikmat Allah SWT.
- Keempat, kufur dengan meninggalkan atau tidak mengerjakan tuntunan agama kendati tetap percaya.
- Kelima, kufur bara’ah, yakni tidak merestui dan berlepas diri.
Menurut Prof Quraish, kekufuran dapat terjadi antara lain karena ketidaktahuan atau pengingkaran terhadap wujud Allah SWT. Atau dapat juga disebabkan karena melakukan suatu tindakan, ucapan, atau perbuatan yang disepakati oleh ulama—berdasarkan firman Allah SWT dan hadits-hadits—bahwa tindakan tersebut identik dengan kekufuran. Contohnya seperti menginjak-injak Alquran, sujud kepada berhala, dan lainnya.
BACA JUGA: 4 Cara Bersyukur agar Tidak Kufur Nikmat
Sementara ulama mendefinisikan kekufuran dengan “pelanggaran khusus terhadap kesucian Allah SWT, akibat ketidaktahuan tentang Allah dan sifat-Nya, atau akibat kedurhakaan kepada-Nya”.
Perbedaan orang bertakwa dengan kafir
Orang yang bertakwa diliputi oleh dua macam hidayah. Yakni hidayah yang lahir dari kesucian jiwa mereka dan hidayah petunjuk Alquran. Sedangkan kesesatan orang kafir dan munafik pun demikian.
Orang kafir dan munafik yang kotor jiwanya berada dalam kesesatan pertama. Selanjutnya akibat kesesatan itu, mereka enggan menerima petunjuk Allah SWT, sehingga kesesatan mereka semakin menjadi-jadi bagaikan mendapat kesesatan tambahan.
Kufur nikmat
Adapun, penyebab kufur (kufur nikmat) disebutkan dalam beberapa hadis. Dikutip dari penjelasan Sukahar Ahmad Syafi’i, Sekretaris Majelis Tarjih & Tajdid PDM Kab. Pati, dari laman suara Muhammadiyah, berikut penyebab kufur tersebut:
1 Dunia sebagai tujuan hidup, bukan akhirat
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ صَبِيحٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ. (رواه الترمذي)
“Telah menceritakan kepada kami (haddatsana) Hanad, haddatsana Waqi’ dari Rubai’ bin Shabih dari Yazid dari Anas, bersabda Rasulullah Saw.: Siapa yang ambisi terbesarnya adalah dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, Allah jadikan kefaqiran di depan matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali sesuai apa yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang ambisi terbesarnya adalah akhirat, Allah akan memudahkan urusannya, Allah jadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dimana ia tidak menyangkanya” (HR. At-Tirmidzi)
2 Hilangnya sifat qana’ah, meremehkan nikmat kecil
Seorang tidak bisa menjadi pribadi yang qana’ah dan mudah bersyukur, jika tidak pernah menghargai nikmat yang Allah berikan, meski menurutnya sedikit atau kecil.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَن لا يشكرُ القَليلَ لا يَشكرُ الكثيرَ (رواه مسلم)
“Telah menceritakan kepada kami Yazid telah memberi kabar kepada kami Rubai’ bin Aslam dari Muhammad bin Ziyad dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Orang yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia tidak akan bersyukur pada nikmat yang banyak” (HR. Muslim)
3 Kurangnya pemahaman akan ilmu agama
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami (haddatsana) Ahmad bin Yunus, haddatsana Abu Bakar haddatsana Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. bersabda: Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, akan tapi kaya hati.” (HR Bukhari)
4 Hati yang sakit (qalbun maridh)
Rasul ﷺ berpesan pada sahabat Abu Dzar perihal hati yang fakir:
أَخْبَرَنَا ابْنُ قُتَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفَتَرى قِلَّةَ الْمَالِ هُوَ اَلْفَقْرُ ؟ . قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! قَالَ : إِنَّماَ الْغَنِى غَنِى الْقَلْبِ ، وَ اْلفَقْرُ فَقْرُ اْلقَلْبِ (رواه ابن حبان)
“Telah memberi kabar kepada kami (akhbarana) Ibnu Qutaibah, haddatsana Harmalah bin Yahya, haddatsana Ibnu Wahab, haddatsani Mu’awiyah bin Shalih dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair dari Ayahnya dari Abu Dzar berkata, Rasulullah Saw. bersabda : Apakah kalian menyangka kefakiran itu adalah kekurangan harta ?”. jawab Abu Dzar: “ya wahai Rasulullah” bersabda: “Sesungguhnya kekayaan hakiki ialah kekayaan hati, dan kefakiran itu ialah kefakiran hati” (HR. Ibnu Hibban)
BACA JUGA: Pembatas Seseorang dengan Syirik dan Kufur
5 Kurang beribadah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ ابْنَ زَائِدَةَ بْنِ نَشِيطٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي خَالِدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يا ابنَ آدمَ : تَفَرَّغْ لعبادَتِي أملأْ صدركَ غِنًى وأسُدُّ فقرَكَ ، وإِنْ لَّا تفعلْ ملأتُ يديْكَ شُغْلًا ، ولم أسُدَّ فقْرَكَ (رواه ابن ماجه)
“Telah menceritakan kepada kami (haddatsana) Muhammad bin Abdullah haddatsana Imran bin Zaidah bin Nasyith dari Ayahnya dari Abu Khalid dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: Allah Swt. berfirman: Wahai manusia! Habiskan waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kecukupan dan akan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka akan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.” (HR. Ibnu Majah)
6 Jarang berdoa
Menurut Ibnu Mas’ud, Rasul tidak pernah sekalipun meninggalkan rutinitas berdoa pada Allah SWT:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى (رواه مسلم)
“Telah menceritakan kepada kami Waqi’ haddatsana Israil dari Abu Ishaq dari Abi Al-Ahwash dari Abdullah bahwa Nabi SAW bersabda : Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan.” (HR. Muslim)
7 Profesi haram
Rasul keras mengingatkan akan pekerjaan yang tidak halal:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لا يَدْخُلُ الجنةَ لحمٌ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ، وكُلُّ لَحْمِ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ ؛ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ (رواه ابن حبان)
“Telah menceritakan kepada kami (haddatsana) Abdul Razak haddatsana Ma’mar dari Ibn Khusaim dari Abdurrahman bin Tsabit dari Jabir bin Abddullah bahwa Nabi Saw. bersabda: Tidak masuk surga, daging yang tumbuh dari harta haram. Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka api neraka lebih layak baginya” (HR. Ibnu Hibban)
8 Malas Bekerja
Umar bin Khatab berucap:
يَا مَعْشَرَ اْلقُراَء (أَيْ العِبَاد) اِرْفَعُواْ رُؤُوْسَكمُ،ْ مَا أَوضَح الطَّرِيْق، فَاسْتَبِقُوْا اْلخَيْرات، وَلَا تَكُونُوا كَلاً عَلَى اْلمُسْلِمِيْنَ
“Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepala kalian (baca: bekerjalah!), sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin.”
Ucapan Umar bin Khattab ra. ini termaktub dalam kitab Musnad Ibn Abi Ja’di, no. 1921; Al-Baihaqi dalam Sunan-nya no. 544 dan dalam Syu’abul Iman no. 1257.
Rajin bekerja adalah cara jitu menolak kefakiran dan implementasi dari spirit mukmin (orang beriman) yang kuat sebagaimana sabda Rasul:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ باللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وإنْ أَصَابَكَ شيءٌ، فلا تَقُلْ لو أَنِّي فَعَلْتُ كانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَما شَاءَ فَعَلَ، فإنَّ لو تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (رواه مسلم)
“Telah menceritakan kepada kami (haddatsana) Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair haddatsana Abdullah bin Idris dari Rabi’ah bin Utsman dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda : Mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Namun setiap mukmin itu baik. Semangatlah pada perkara yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam perkara tersebut), dan jangan malas. Jika engkau tertimpa musibah, maka jangan ucapkan: andaikan saya melakukan ini dan itu. Namun ucapkan: “qadarullah wa ma sya’a fa’ala (ini takdir Allah, apa yang Allah inginkan itu pasti terjadi)”. Karena ucapan “andaikan…” itu akan membuka pintu setan.” (HR. Muslim) []
SUMBER: SUARA MUHAMMADIYAH | REPUBLIKA