SECARA bahasa, asal kata kufur artinya menutup, melupakan, dan mengingkari. Menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. Kita sebagai Muslim harus mewaspadai tiang kekufuran. Ada beberapa penyebab kufur dalam Islam.
Kekufuran dalam arti luas adalah perbuatan yang menutup, mendustakan, dan mengingkari nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada umatnya.
Kekufuran banyak jenisnya, salah satunya adalah kufur nikmat. Dalam hal ini kufur nikmat diartikan apabila kita mengingkari dan melupakan nikmat yang diberikan Allah SWT di dalam kehidupan kita.
BACA JUGA: Mengapa Banyak Manusia yang Kufur Nikmat?
Kufur berlawanan dengan kufur, syukur berarti sebaliknya yaitu mensyukuri nikmat yang telah diberikan pada Allah SWT dengan tidak mengingkari atau melupakan segala yang diberikan Allah SWT di dalam kehidupan kita.
Allah SWT berfirman: “Jika kamu bersyukur, maka akan Aku tambah nikmatmu, namun apabila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.” (QS. Ibrahim:7)
Tiang menuju kekufuran itu ada empat, yakni sombong, dengki, amarah, dan syahwat.
1. Penyebab Kufur: Sombong akan menghalangi seseorang dari ketundukan.
2. Penyebab Kufur: Dengki akan menghalangi seseorang dari kesediaan untuk menerima nasihat dan memberikan nasihat.
3. Penyebab Kufur: Amarah menghalangi diri untuk bersikap adil.
4. Penyebab Kufur: Sementara syahwat akan menghalangi jiwa untuk mencurahkan waktu dalam rangka ibadah.
Jika tiang kesombongan itu runtuh, dia akan mudah untuk melakukan ketundukan (kepada Allah). Jika tiang kedengkian itu tumbang, dia akan mudah untuk menerima nasihat dan memberikan nasihat.
https://www.youtube.com/watch?v=WmRFDjAHuqQ
Jika tiang amarah itu roboh, dia akan mudah untuk bersikap adil dan tawadhu. Jika tiang syahwat itu jatuh, dia akan mudah untuk bersikap sabar, menjaga kehormatan diri, dan beribadah.
BACA JUGA: Pembatas Seseorang dengan Syirik dan Kufur
Memindahkan gunung dari tempatnya menetap lebih mudah dibandingkan melenyapkan keempat hal ini dari diri orang yang telah terjangkiti empat penyakit itu. []
Sumber: Al-Fawaid, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hlm. 158–159, Maktabah Asy-Syamilah, Gontor.