SYEIKH Sariy As Saqathy (wafat th 253 H./967 M.), seorang arif pernah berkata, “Tiga puluh tahun aku beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas ucapan Alhamdulillah sekali.”
“Lho, bagaimana bisa?” tanya seorang yang mendengarnya.
“Terjadi kebakaran di Baghdad,” kata syeikh menjelaskan. “Lalu ada orang yang datang menemuiku dan mengabarkan bahwa tokoku selamat tidak ikut terbakar.”
“Aku waktu itu spontan mengucap, ‘Alhamdulillah’. Maka ucapan itulah yang kusesali selama 30 tahun ini.”
“Aku menyesali sikapku yang hanya mementingkan diri sendiri dan melupakan orang lain.”
Selama 30 tahun Syeikh Sariy As Saqathy menyesali ucapan ‘alhamdulillah’-nya yang hanya sekali. Beliau menyesal karena sadar—sekejap setelah melafalkan ungkapan syukurnya itu—bahwa dengan ungkapan syukurnya itu berarti beliau masih sangat tebal perhatiannya kepada diri sendiri. Begitu tebalnya hingga menindih kepekaan perhatiannya kepada sesama.
Beliau tersadar langkah degilnya orang yang mensyukuri keselamatan sebuah toko pada saat keselamatan sesama dan harta benda mereka terbakar habis. []