PADA saat musim haji, di masa pemerintahan Umar bin Khattab terdapat seorang bangsa Arab dari suku Ghassan yang bernama Jabalah bin Aiham yang melakukan tawaf bersama ratusan jamaah lainnya. Saat keadaan berdesak-desakan, ujung kain ihram Jabalah terinjak oleh pemuda dari suku Fizrah. Jabalah langsung memalingkan wajahnya ke arah pria itu lalu memukulnya.
Tentu saja pemuda itu tidak terima, dan mengadukan ia pada Umar. Akhirnya Umar memanggil Jabalah agar bersedia menerima qasas dari pemuda itu. Karena sesuai dengan sabda Nabi, “Belalah (tolonglah) kawanmu baik dia zalim maupun dizalimi. Apabila ia zalim, cegahlah ia dari perbuatannya dan bila ia dizalimi, upayakanlah agar ia dimenangkan (dibela).” (HR Bukhari)
BACA JUGA: Abdullah lbn Umar, Sahabat yang Faqih, Zuhud dan Mahsyur Fatwanya
Karena ia berasal dari keluarga bangsawan, maka ia menganggap itu suatu peristiwa yang merendahkan martabatnya. “Tidak mungkin! aku adalah turunan bangsawan sedangkan ia hanyalah rakyat biasa,” Ucapnya.
Namun karena dalam Islam tidak memandang derajat di mata manusia, ia tetap harus menerima hukuman itu. Merasa tidak dihargai sebagai kaum bangsawan, ia pun melarikan diri ke Romawi dan pindah agama. Tak lama setelah itu terlihat dari syair-syairnya, ia mengungkapkan penyesalan atas kekafirannya hanya untuk status bangsawan.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs al-Hujurat [49] : 13) []
Sumber: Oase Kehidupan, Merujuk Kisah-kisah Hikmah Sebagai Teladan/Penerbit: Marja/Penulis:Abu Dzikra – Sodik Hasanuddin,2013