Oleh: Dita Fauziah
Mahasiswi STEI SEBI
ditafauziah44@gmail.com
DEWASA ini, lembaga keuangan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, bahwa lembaga keuangan syariah di Indonesia berjumlah 436 institusi. Jumlah tersebut terdiri dari 14 Bank Umum Syariah, 20 Unit Usaha Syariah, 167 BPRS, 62 Perusahaan Asuransi Syariah, 65 Sukuk Negara, 224 Reksa Dana Syariah, dan sisanya tersebar di berbagai macam institusi lainnya
Dengan banyaknya jumlah institusi tersebut, membuat Indonesia menempati peringkat ke 10 dalam Islamic Finance Development Indicator (IFDI). IFDI merupakan sebuah peringkat untuk mengukur peningkatan industri keuangan syariah. Kriteria penilaian IFDI di antaranya adalah pengukuran pada Corporate Social Responsibility (CSR), pengetahuan dan kesadaran akan lembaga keuangan syariah (Otoritas Jasa Keuangan, 2018).
BACA JUGA: Prinsip Syariah Akad Jual Beli Al-Murabahah
Lembaga keuangan syariah hadir sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim yang menginginkan transaksi keuangan sesuai syariat. Transaksi keuangan yang sesuai syariat ini adalah segala bentuk transaksi yang terhindar dari praktik perjudian (maisir), ketidakjelasan (gharar), penipuan, riba dan lain sebagainya (Umam, 2015).
Namun pada praktiknya, tidak menutup kemungkinan bahwa lembaga keuangan syariah juga bisa melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum syariat Islam dalam penetapan produk, perjanjian kontrak maupun pada operasional perusahaannya. Maka untuk mencegah hal tersebut, diperlukan suatu organisasi yang memantau kesesuaian syariah pada lembaga keuangan syariah yang disebut dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu organisasi yang berada dibawah naungan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Dalam Garas & Pierce (2010), tugas dari Dewan Pengawas Syariah ini secara umum terdiri dari empat pekerjaan, yaitu :
1. Mengkaji dan merevisi kebijakan internal lembaga keuangan syariah
2. Mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan transaksi pada lembaga keuangan syariah
3. Mereview produk dan kotrak perjanjian yang sedang dijalankan oleh lembaga keuangan syariah
4. Memberikan opini kesesuaian syariah secara berkala pada lembaga keuangan syariah
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan oleh berbagai pihak demi menjaga kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan syariah. Selain itu, juga sebagai bentuk peningkatan kualitas dan menjaga kehati-hatian dalam menjalankan praktik sebuah institusi keuangan yang berlandaskan prinsip Islami.
BACA JUGA: Penunjang Keilmuan Auditor Syariah
Sedikitnya pemahaman masyarakat mengenai transaksi yang diperbolehkan dan dilarang dalam Islam, membuat mereka memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas Syariah. Ketika opini kesesuaian syariah telah dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syariah, maka suatu produk bisa dikatakan sudah halal untuk digunakan oleh masyarakat.
Itulah tugas penting dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah. Jika tugas tersebut terlaksana dengan baik, maka ini akan berdampak pada semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas market share lembaga keuangan syariah di Indonesia. Serta juga akan memajukan ekonomi Islam secara umum.
Agar terus tumbuh, maka pemaksimalan peran Dewan Pengawas Syariah yang memeriksa kesesuaian syariah ini harus terus dilakukan. Serta diperlukan juga sinergi yang baik dari berbagai pihak untuk mengevaluasi praktik tata kelola pengawasan syariah. Baik dari regulator, lembaga keuangan Islam, pemerintah maupun masyarakat. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.