PADA masa hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin hanya beberapa orang, akan tetapi peran yang mereka mainkan memiliki makna yang sangat mendalam terhadap sejarah Islam. Ini meyakinkan orang-orang Quraisy tentang ketulusan dan ketetapan hati orang-orang yang masuk Islam, dan membuktikan kesiapan mereka mengalami kerugian dan kesulitan apapun.
Diriwayatkan oleh ‘Urwah ibn Zubayr, Ja`far berkata pada Najasyi:
BACA JUGA: Kerinduan Sahabat Muhajirin terhadap Mekah
‘Melalui engkaulah tuan, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada utusan-utusan yang datang dengan berbagai cara untuk menghasut engkau terhadap kami.’
Najasyi mengijinkan Ja’far. Maka Ja`far bertanya kepada mereka, ‘Apakah kami budak-budak yang melarikan diri dari tuannya? Jika demikian kami terpaksa harus kembali.’
Najasyi menyuruh `Amr ibn al-`Ash agar menjawabnya. Ia berkata, ‘Mereka bukanlah budak. Mereka semuanya merdeka.’
Ja`far kembali bertanya, ‘Apakah kami sudah melakukan pembunuhan?’
‘Tidak setetes darah pun yang mereka tumpahkan,’ tutur `Amr.
‘Apakah kami berhutang sesuatu kepada orang-orang Makkah,’ tanya Ja`far.
BACA JUGA: Memberi seperti Sahabat Anshar, Menerima seperti Muhajirin
‘Tidak sekalipun sepeser,’ tegas `Amr.”
Kaum Muslimin benar-benar menghargai pengorbanan dan keimanan seseorang yang mau memeluk Islam. Pengorbanan diri yang ditunjukkan lewat siksaan dan diasingkannya, demi sesuatu istimewa dan terhormat. Hingga akhirnya sebuah simpati itu sendiri diberikan oleh Raja Habsyah dan dengan demikian melahirkan suatu hal yang besar dari “Hijrah” ialah hijrah ke Madinah. []
Sumber: Sirah Nabi Muhammad Saw /Penerbit: Marja /Penulis: Prof. Abdul Hamid Siddiqi,2005