JANGAN pernah kita meremehkan orang lain. Setiap hamba Allah, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika mereka kurang dalam suatu hal, maka mereka memiliki kelebihan dalam hal yang lain.
Kita sering lupa atau tidak sadar, bahwa kelebihan kita, entah berupa kekayaan, atau keunggulan dalam berbagai perkara, atau kedudukan kita yang mulia ini, salah satu penyebabnya adalah orang-orang lemah dan orang-orang miskin diantara mereka.
Telah diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad, beliau berkata:
رَأَى سَعْدٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ لَهُ فَضْلًا عَلَى مَنْ دُونَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ»
“Sa’ad –radhiAllahu ‘nhu- menyangka, bahwa dirinya memiliki kelebihan atas orang lain yang dibawahnya. Maka Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Tidaklah kalian ditolong dan diberikan rezeki kecuali dengan sebab orang-orang lemah diantara kalian.” [ HR. Al-Bukhari : 2896 ].
BACA JUGA: Zainab Binti Khuzaimah, Ibu Kaum Miskin
Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh An-Nasa’i –rahimahullah- dengan lafadz:
«إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا، بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ»
“ Allah hanya akan menolong umat ini dengan sebab orang lemah diantara mereka, dengan do’a mereka, dengan sholat mereka, dan dengan keikhlasan mereka.” [ HR. An-Nasa’i : 3178 dan sanadnya shohih ].
Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:
قَالَ بن بَطَّالٍ تَأْوِيلُ الْحَدِيثِ أَنَّ الضُّعَفَاءَ أَشَدُّ إِخْلَاصًا فِي الدُّعَاءِ وَأَكْثَرُ خُشُوعًا فِي الْعِبَادَةِ لِخَلَاءِ قُلُوبِهِمْ عَنِ التَّعَلُّقِ بِزُخْرُفِ الدُّنْيَا وَقَالَ الْمُهَلَّبُ أَرَادَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ حَضَّ سَعْدٍ عَلَى التَّوَاضُعِ وَنَفْيِ الزَّهْوِ عَلَى غَيْرِهِ وَتَرْكِ احْتِقَارِ الْمُسْلِمِ فِي كُلِّ حَالَةٍ
“Ibnu Bathal –rahimahullah- berkata : Tafsir hadits tersebut, sesungguhnya orang-orang lemah, lebih ikhlas dalam berdo’a, lebih khusyuk dalam ibadah karena kosongnya hati mereka dari keterkaitan dengan perhiasan dunia. Al-Muhallab berkata : Dengan hal itu, Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- menginginkan untuk memberikan dorongan kepada Sa’ad untuk rendah hati dan meniadakan kesombongan atas orang lain serta meninggalkan untuk meremehkan seorang muslim dalam seluruh keadaan.” [ Fathul Bari : 6//89 ].
Al-Imam Ibnul Mulaqqin Asy-Syafi’i –rahimahullah- (w. 804 H):
أن مَنْ زَهَا على مَنْ هو دونه، أنه يَنْبغي أَنْ يُبَيَّنَ من فضله ما يُحْدِثُ له في نفس المَزْهُوِّ مِقْدَارًا وفضلًا حَتَّى لا يحتقر أحدًا من المسلمين، ألا ترى أنه – صلى الله عليه وسلم – أبان من حال الضعفاء ما ليس لأهل القوة من الغناء، فأخبر أن بدعائهم وصومهم وصلاتهم ينصرون.
“Sesungguhnya barang siapa yang sombong atas orang yang berada di bawahnya, seyogyanya untuk diterangkan dari niatnya apa yang bisa menimbulkan kedudukan dan keutamaan bagi orang yang disombongi (maksudnya : orang yang direndahkan.pentj.) sehingga dia tidak merendahkan seorangpun dari kalangan muslimin. Bukankah kamu melihat, sesungguhnya Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan (keutamaan) keadaan orang-orang lemah, yang hal itu tidak dimiliki oleh orang-orang kuat dan orang-orang kaya. Maka beliau –shollallahu ‘alaihi wa sallam- mengabarkan, sesungguhnya mereka ditolong, karena doa, puasa dan sholat orang-orang lemah diantara mereka.” [ At-Taudhih Li Syarhi Al-Jami’ Ash-Shohih : 17/606 ].
Al-Imam Zainuddin Al-Munawi –rahimahullah- (w. 1031 H) berkata:
بسبب كونهم بين أظهركم أو بسبب رعايتكم ذمامهم أو ببركة دعائهم والضعيف إذا رأى عجزه وعدم قوته تبرأ عن الحول والقوة بإخلاص واستعان بالله فكانت له الغلبة وكم من فئة قليلة غلبت فئة كثيرة بإذن الله بخلاف القوي فإنه يظن أنه إنما يغلب الرجال بقوته فتعجبه نفسه غالبا وذلك سبب للخذلان كما أخبر الله تعالى عن بعض من شهد وقعة حنين
“Dengan sebab kedudukan mereka (orang-orang lemah dan miskin) diantara kalian, atau dengan sebab perhatian kalian terhadap hak-hak mereka, atau berkah dari orang mereka. Orang yang lemah, apabila dia melihat kelemahannya dan tidak adanya kekuatan dirinya, dia akan berlepas diri dari daya dan kekuatan(nya) dengan keikhlasan dan pertolongan kepada Allah. Maka dia mendapatkan kemenangan dengan hal itu. Berapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan ijin Allah. Lain halnya dengan orang kuat. Maka dia menyangka sesungguhnya dirinya akan mengalahkan orang lain dengan kekuatannya. Maka biasanya, dia akan ujub (sombong/merasa) tinggi terhadap dirinya. Dan itu merupakan sebab kehinaan/kekalahan. Sebagaimana Allah telah mengabarkan tentang sebagian orang yang ikut terjun dalam peristiwa perang Hunain.” [ Faidhul Qodir : 1/212 ].
BACA JUGA: Jangan Bunuh Anak Hanya Karena Takut Miskin
Kita harus ingat, bahwa sebab-sebab yang mewujudkan berbagai keinginan dan harapan kita, ada dua macam:
1). Sebab yang bersifat hissi (yang bisa dideteksi dengan panca indera). Seperti : kekuatan, keahlian, materi, usaha keras, dan yang lainnya.
2). Sebab yang bersifat maknawi. Dan ini adalah berupa kepercayaan dan kemantapan hati untuk senantiasa bersandar kepada Allah Ta’ala (tawakkal).
Kita sering kali hanya mengingat sebab yang pertama dan melupakan sebab yang kedua. Dan biasanya, sebab yang kedua ini akan lebih mudah terwujud pada diri orang-orang yang lemah, fakir, tidak memiliki sesuatu yang pantas dibanggakan.
Kelemahan seseorang, biasanya akan membawa pemiliknya untuk mencapai derajat tinggi dalam rasa tawakkal (bersandar dan berserah diri) dan keikhlasan kepada Allah. Sebab, saat itu dia sadar, sesungguhnya dia tidak memiliki apapun. Dia hanya sadar sepenuhnya, bahwa dia hanya punya Allah Yang Maka Kuat.
Saat kita memperhatikan dan menolong mereka yang lemah dan fakir, maka Allah akan jadikan jalan rezeki kita dan terwujudnya berbagai harapan kita lewat mereka.
Suatu contoh, saat kita menginfakan sebagian harta kita untuk seorang yang fakir, Allah telah menjanjikan bahwa Dia akan mengganti apa yang kita keluarkan dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Allah Ta’ala berfirman :
وَما أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Dia (Allah) akan menggantinya. Dan Dia (Allah) sebaik-baik pemberi rezeki.”[ QS. Saba’ : 39 ].
Al-Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- (w. 774 H) berkata:
أَيْ مَهْمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فِيمَا أَمَرَكُمْ بِهِ وَأَبَاحَهُ لَكُمْ، فَهُوَ يُخْلِفُهُ عَلَيْكُمْ فِي الدُّنْيَا بِالْبَدَلِ، وَفِي الْآخِرَةِ بِالْجَزَاءِ وَالثَّوَابِ
BACA JUGA: Sa’id bin Amir, Gubernur Kaum Muslim yang Miskin
“Artinya, apa saja yang kalian infakkan berupa sesuatu di dalam perkara yang Allah perintahkan dan Allah bolehkan, maka Dia (Allah) akan menggantinya dengan ganti di dunia dan dengan ganti pahala dan ganjaran nanti di akhirat.” [ Tafsir Ibnu Katsir : 6/462 ].
Permasalahannya, tinggal kita yakin atau tidak. Itu saja. Jika kita yakin benar, maka Allah pasti akan mengganti apa yang kita keluarkan dengan sebab perhatian kita kepada orang-orang yang lemah dan membutuhkan. []
Facebook: Abdullah Al Jirani