Oleh: Aji Setiawan
Mantan Anggota Litbang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Yogyakarta
ajisetia5000@gmail.com
DALAM membangun bangsa yang maju besar dan beradab, agama memiliki peran yang sangat besar. Sebagai organisasi sosial keagamaan, sejak dulu Ulama-ulama yang bergabung dalam Nahdlatul ‘Ulama (NU) berperan sangat besar dalam mengayomi dan membangun masyarakat, baik melalui pendidikan, dakwah dan lain sebagainya.
Tak terasa, hari ini hampir memasuki 96 tahun Nahdlatul Ulama dilahirkan (31 Januari 1926). Serta dalam hitungan hari ke depan, Nahdlatul Ulama akan menggelar Muktamar ke 34 di Lampung, 22-25 Des 2021.
Peran ulama Nahdlatul Ulama yang sedemikian besar itu diemban oleh para ulama tidak lain karena ulama adalah pewaris dari ajaran naby (al ulama’ warisatun anbiya), sementara tugas ulama selain liyatafaqqahu fiddin, mengggali, merumuskan dan mengembangkan pemikiran keagamaan, tetapi juga memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya dan bahkan sangat strategis yang berkaitan dengan masalah sosial dan kebangsaaan yaitu tugas liyundziru qaumahum (membangun masyarakat) yakni membentuk kepribadian.
BACA JUGA:Â Sejarah Terciptanya Lambang NU
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Tugas Utama Mental Spiritual
Dalam kaitan dengan masalah masyarakat, Organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama masa kini memiliki beberapa tugas pertama adalah pembangunan mental-spiritual, pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat (character building) ini sangat penting agar lahir kader orang-orang atau masyarakat yang memiliki sikap, memiliki ketegasan, memiliki prinsip serta memiliki tanggung jawab baik terhadap Tuhan dan terhadap sesama manusia dan terhadap bangsa dan Negara. Karena itu Nahdlatul Ulama memiliki tugas kedua yaitu nation building (pembangunan bangsa).
Dengan adanya pembantukan karakter (character building) itulah nation building (pembangunan bangsa) bisa dilaksanakan dan ini merupakan modal dasar bagi state building (membangun Negara). Dengan nation building ini maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani, karena memiliki kepribadian nasional yang kokoh, sehingga bisa berdiri tegak sejajar dengan bangsa-bangsa beradab yang lain.
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Tugas ketiga adalah criticism buiding (membangun sikap kritis), ini sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana sering ditegaskan bahwa sikap Nahdlatul Ulama terhadap negara taat mutlak bahwa negara harus dijaga dan dibela, tetapi terhadap pemerintah yang ada ulama menerapkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Sementara dalam melakukan amar ma’ruf sendiri perlu menggunakan etika,”Amar ma’ruf bil ma’ruf.”(Barangsiapa mengajak kebaikan maka dengan cara yang baik pula). Pun demikian dalam mencegah kemunkaran dengan cara-cara yang baik pula, mauidzotil khasanah (nahy munkar bil ma’ruf-red).
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Pertimbangan Etis
Sikap kritis Nahdlatul Ulama dalam mendukung atau mengkritik pemerintah ini didasari oleh pertimbangan etis, bukan oleh pertimbangan politis, karena itu akan dilakukan terus walaupun Ulama sudah banyak di Partai Politik dan Ormas, namun Nahdlatul Ulama memang memiliki tugas moral atau etis.
Kembali pada upaya character building dan nation building, ini merupakan langkah yang sangat mendesak saat ini, karena ini merupakan persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini ketika sekolah dan lembaga pendidikan lain termasuk lembaga kebudayaan yang ada tidak melakukan tugas ini.
Sementara gelombang globalisasi yang begitu besar menghancurkan sendi-sendi bangsa ini di semua sektor kehidupan, sehingga terjadi kemerosotan moral, budipekerti, akhlaq dan lunturnya karakter.
Penanaman rasa cinta tanah air dan bangga terhadap sejarah serta peradaban sendiri itu dilakukan karena berdasarkan pertimbangan bahwa: (barang siapa tidak memiliki tanah air dan tidak mencintai tanah air, maka tidak memiliki sejarah, barang siapa tidak memiliki sejarah maka tidak memiliki memori dan karakter).
BACA JUGA:Â Â Kiai Pendiri Ansor yang Gemar Bermotor
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Bentuk Rasa Cinta Tanah Air
Bagi orang atau bangsa yang tidak memiliki memori maka dia akan menjadi bangsa tidak memiliki karakter, dan bangsa yang tidak memiliki karakter akan kehilangan segalanya. Politiknya akan hilang, peradabannya akan merosot dan aset ekonominya pun akan dijarah bangsa lain akhirnya akan menjadi bangsa yang miskin dan tidak terhormat. Inilah pentingnya menanamkan rasa cinta tanah air, dan karena itu tidak henti-hentinya, Nahdlatul Ulama sejak jaman dahulu menanamkan rasa cinta tanah air.
Penegasan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI ini merupakan bentuk paling nyata dari rasa cinta tanah air tersebut. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Dalam pengertian itulah agama ditempatkan sebagai unsur mutlak dalam nation dan character building. (Said Agil Siraj, Pidato Harlah NU ke 89).
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Syarat Berjuang bagi Umat
Pentingnya pendidikan karakter ini tentu menjadi kewajiban Nahdlatul Ulama untuk membentuk kader-kader pejuang ummat.
Syarat-syarat berjuang bagi ummat Islam di zaman sekarang menurut Prof. Dr. Said Ramadhan Bouti dalam “al Ruhaniyat al ijtima’iyah” (spiritualisme sosial) dengan:
(1) Membaca dan merenungkan makna kitab suci al Qur’an ;
(2) Membaca dan mempelajari makna kehadiran Nabi Muhammad SAW melalui sunnah dan sirah (membaca biografi) beliau;
(3) Memelihara hubungan dengan orang-orang saleh seperti ulama dan tokoh Islam yang zuhud;
(4) Menjaga diri dari sikap dan tingkah laku tercela;
(5) Mempelajari hal-hal tentang ruh dan metafisika dalam al Qur’an dan sunnah dengan sikap penuh percaya;
(6) Melakukan ibadah-ibadah wajib dan sunnah.
KH Sahal Mahfudz dalam sebuah buku Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS) telah mengisaratkan akan adanya kemungkinan munculnya kekhawatiran berlebihan, yang dapat menimbulkan keputusasaan dan sikap pesimis di kalangan umat terhadap gejala kekosongan ulama, sehingga akan mendorong persiapan sedini mungkin.
BACA JUGA: Sehari Bersama Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng
Peran Strategis Nahdhlatul Ulama, Ulama Menurut Imam Ghazali
Pembicaraan kali ini menyangkut Nahdlatul Ulama. Tidak sembarang orang boleh dan mampu memberikan kriteria ulama, karena ia memiliki nilai lebih yang sering kali tidak dapat dijangkau oleh keawaman umat.
Saya hanya menggunakan kriteria dan batasan ulama menurut al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin yang menyebutkan, ulama adalah seorang yang rajin beribadah, zuhud, alim dalam berbagai bidang ilmu, khususnya ilmu-ilmu ukhrawi, senantiasa ikhlas karena Allah dan faqih dalam segala aspek kemaslahatan umat. []