HARI berganti hari, bulan berganti bulan tak terasa kita mulai menginjakkan kaki kita di penghujung akhir tahun. Kebanyakan pemuda mulai mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari membeli torempet, kembang api serta menyebarkan bingkisan-bingkisan yang dihiasi dengan ornament-ornament yang cantik.
Tidak hanya itu, ada pula yang rela merogoh koceknya untuk menyewa sebuah villa agar dapat berkumpul bersama kerabat dan teman-temannya.
Dan semua itu mereka lakukan hanya untuk menyambut sebuah malam. Malam yang penuh gemarlap kembang api dan suara terompet yang menggema di setiap tempat, malam itu tak lain adalah malam tahun baru.
Feomena ini selalu terulang hampir disetiap akhir tahun. Hampir seluruh penduduk dunia merayakannya, baik itu laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, tanpa terkecuali umat Islam. Semuanya merayakan malam itu dengan penuh suka cita dengan harapan tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Perayaan Tahun Baru Masehi vis a vis Tahun Baru Hijriah
Namun, hanya sebagian kecil kaum muslimin yang tahu tentang hukum perayaan tahun baru masehi, yang sudah tentu perayaan ini bukanlah berasal dari Islam. Menurut para ahli sejarah perayaan ini bersumber dari kaum pagan “penyembah berhala” pada zaman romawi kuno.
Perayaan ini dipopulerkan oleh Raja Romawi Julius Caesar pada tahun 45 SM dengan mengganti kalender tradisonal dengan kalender Julian.
Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling bertukar hadiah potongan dahan pohon suci. Mereka juga saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus (Bulan Januari diambil dari nama Dewa Janus). Serta mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Ada sebagian ulama kontemporer yang membolehkan perayaan tahun baru. Akan tetapi sebagian besar ulama mengharamkan perayaan tersebut.
Menurut mereka perayaan tersebut merupakan syiar orang-orang kafir yang semestinya kaum muslimin tidak ikut-ikutan dalam merayakannya.
Berikut ini adalah dalil-dalil yang digunakan ulama dalam mengharamkan perayaan tahun baru masehi:
1. Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat72:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata “Alzuur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah). Ibnu Katsir menuliskan di dalam tafirnya bahwa yang dimasksud dengan “Al zuur” adalah perayaan-perayaan orang kafir. Jelas dalam ayat ini Allah melarang kaum muslimin untuk menghadiri perayaan kaum musrikin.
2. Hadist nabi yang terdapat pada kitab Bukhari dan Muslim, Rasullah SAW bersabda:
“إن لكل قوم عيداً وإن عيدنا هذا اليوم – ليوم الأضحى”
“Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita.”
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam Fathulbari makna hadist tersebut dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan).
3. Hadist nabi yang terdapat pada kitab sunan Abu Daud, Rasullah SAW bersabda:
“من تشبه بقوم فهو منهم”
“ Siapa saja yang Tasyabbuh (meniru) suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
BACA JUGA: Tegaskan Tak Ada Doa Khusus Akhir Tahun Masehi, Ini Pesan Aa Gym untuk Umat Muslim
Dalam hadist ini Rasulullah SAW melarang kita agar tidak menyerupai orang-orang kafir dan salah satunya yaitu dengan mengikuti perayaan mereka.
Karena siapa saja yang menyerupai atau meniru baik itu dalam berpakaian atau gaya hidup maka akan termasuk ke dalam kelompok mereka sesuai sabda Rasulullah SAW.
Dari beberapa ayat dan hadist nabi yang telah disebutkan, para ulama berpendapat bahwasanya haram hukumnya bagi seorang muslim untuk mengikuti perayaan tahun baru masehi. Karena hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam serta menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam. []