NIAT adalah ruh bagi setiap amal, inti dan pondasinya. Suatu amal akan selalu mengikutinya. Jika niatnya benar, maka amalnya pun benar. Jika rusak niatnya, maka amalnya juga akan rusak.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan,” (HR. Bukhari I/3 no.1, dan Muslim III/1515 no.1907).
BACA JUGA: Pekerjaan-pekerjaan Ini Haram di Akhir Zaman
Hadits ini tidak terbatas pada masalah ibadah saja, akan tetapi ia juga mencakup bab muamalah dan lainnya. Semua amalan dapat berubah posisinya karena faktor niat, dianggap sebagai ibadah dan amal shalih yang mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla atau sebaliknya.
Maka jika seorang muslim bekerja dengan niat mencari rezeki di bidang pendidikan, pertanian, peternakan, perdagangan, industri, kesehatan, ketrampilan atau selainnya, maka aktivitasnya itu akan dinilai sebagai ibadah. Begitu pula jika tujuannya adalah untuk menjaga diri dari hal-hal yang haram, mencukupkan diri dengan hal-hal yang halal, dan untuk menafkahi keluarganya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidaklah memberikan suatu nafkah yang diharapkan dengannya wajah Allah semata melainkan engkau akan diberi pahala atasnya, sampaipun sesuap makanan yang engkau masukkan ke dalam mulut istrimu,” (HR. Bukhari I/30 no.56, dan Muslim III/1250 no.1628, dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu).
BACA JUGA: Jika Istri Bekerja
Oleh karena itu, Islam menganjurkan pengusaha muslim agar memiliki orientasi yang sama dalam masalah ibadah dan muamalah. Dan hal itu tidak mungkin bisa dilakukan jika ia tidak mengikhlaskan apa yang ia lakukan karena Allah Azza wa Jalla semata, membebaskan diri dari penghambaan terhadap nafsu syahwat, harta, perhiasan, jabatan serta kenikmatan dunia yang lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka para hamba dinar. Celaka para hamba dirham dan hamba pakaian. Jika ia diberi, maka ia merasa lega. Dan jika ia tidak diberi, maka ia menggerutu,” (HR. Bukhari III/1057 no.2730, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). []
Sumber: Bekal-Bekal Keimanan bagi Pengusaha Muslim/Karya: Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawas, Lc, MA