MUNGKIN ada sebagian dari kita yang masih belum memahami perbedaan antara al-Qur’an (القرآن) dan al-Hadits al-Qudsi (الحديث القدسي). Kali ini saya akan coba memaparkannya, merujuk ke kitab Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an karya Manna’ Khalil al-Qaththan (الأستاذ المشرف على الدراسات العليا بجامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية).
Berikut beberapa perbedaan al-Qur’an dengan al-Hadits al-Qudsi:
Pertama
Al-Qur’an al-Karim adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh-Nya. Dengan al-Qur’an ini orang Arab ditantang, tetapi mereka tak mampu membuat seperti al-Qur’an ini, atau sepuluh surah yang serupa, bahkan satu surah sekalipun. Tantangan tersebut tetap berlaku, karena al-Qur’an merupakan mukjizat yang abadi hingga hari kiamat.
BACA JUGA: Inilah Tanda-Tanda Jodoh yang Diungkap Alquran
Sedangkan al-Hadits al-Qudsi tidak untuk menantang dan bukan merupakan mukjizat.
Kedua
Al-Qur’an al-Karim hanya dinisbahkan kepada Allah ta’ala, sehingga dikatakan: Allah ta’ala telah berfirman (قال الله تعالى).
Sedangkan al-Hadits al-Qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah ta’ala, dan nisbah kepada Allah ini merupakan nisbah insya’ (نسبة إنشاء), maka dikatakan: Allah ta’ala telah berfirman (قال الله تعالى) atau Allah ta’ala berfirman (يقول الله تعالى). Dan terkadang juga diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, nisbah ini merupakan nisbah ikhbar (نسبة إخبار) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyampaikan hadits tersebut dari Allah, maka dikatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang apa yang diriwayatkan dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla (قال رسول الله صلى الله عليه و سلم فيما يرويه عن ربه عز و جل).
Ketiga
Al-Qur’an al-Karim keseluruhannya diriwayatkan secara mutawatir (منقول بالتواتر), sehingga kedudukannya qath’iy ats-tsubut (pasti, tanpa ada keraguan sedikitpun, bahwa ia berasal dari Allah ta’ala).
Sedangkan al-Ahaadits al-Qudsiyah (الأحاديث القدسية, jamak dari al-Hadits al-Qudsi) kebanyakannya adalah akhbaar ahaad (أخبار آحاد), sehingga kedudukannya zhanniyah ats-tsubut (diduga, tidak bisa dipastikan 100% penyandarannya kepada Allah ta’ala atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ada kalanya al-Hadits al-Qudsi itu shahih, kadang-kadang hasan dan terkadang juga dha’if.
Keempat
Al-Qur’an al-Karim dari Allah, lafazh dan maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik lafazh maupun maknanya.
Sedangkan al-Hadits al-Qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedangkan lafazhnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Hadits al-Qudsi adalah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafazh. Oleh sebab itu, menurut mayoritas ahli Hadits diperbolehkan meriwayatkan al-Hadits al-Qudsi dengan maknanya saja.
BACA JUGA: Konsep Keliru Desakralisasi Alquran
Kelima
Membaca al-Qur’an al-Karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca di dalam shalat. Allah ta’ala berfirman:
فاقرءوا ما تيسر من القرآن (المزمل : 20)
Nilai ibadah membaca al-Qur’an al-Karim juga terdapat dalam al-hadits:
من قرأ حرفا من كتاب الله تعالى فله حسنة ، والحسنة بعشر أمثالها ، لا أقول (الــم) حرف ، ولكن ألف حرف ، و لام حرف ، و ميم حرف (رواه الترمذي عن ابن مسعود ، و قال : حديث حسن صحيح)
Sedangkan al-Hadits al-Qudsi tidak disuruh membacanya di dalam shalat. Allah memberikan pahala membacanya secara umum saja. Maka membaca al-Hadits al-Qudsi tidak akan memperoleh pahala sebagaimana yang disebutkan dalam al-hadits mengenai membaca al-Qur’an bahwa pada setiap huruf terdapat sepuluh kebaikan. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara