PADA zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Qur’an ditulis di pelepah kurma, batu datar atau juga kulit dan tulang hewan. Ketika 70 dari para penghafal Al-Qur’an terbunuh pada perang Yamamah, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan catatan para sahabat dan menjadikannya satu mushaf.
Setelah rampung, mushaf tersebut dipegang oleh Abu Bakar, lalu berpindah ke tangan ‘Umar dan terakhir diserahkan kepada Ummul Mukminin, Hafshah binti ‘Umar.
BACA JUGA: Fakta Mengejutkan Gunung dalam Alquran
Di zaman ‘Utsman, Islam menyebar ke berbagai penjuru negeri. Hal ini menimbulkan berbagai perbedaan cara membaca Al-Qur’an di antara mereka. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Hudzaifah bin Yaman pernah mendatangi ‘Utsman, ia sebelumnya ikut serta bersama penduduk Syam dalam perang Armenia dan perang Azerbaijan bersama penduduk Irak.
Hudzaifah sempat merasa heran dengan perbedaan dialek mereka dalam membaca Al-Qur’an. Hudzaifah lalu mengadu kepada Khalifah ‘Utsman, “Wahai Amirul Mukminin, selamatkanlah umat ini, sebelum mereka berselisih sebagaimana Yahudi dan Nasrani berselisih.”
Maka ‘Utsman pun segera mengirimkan utusan untuk mengambil mushaf dari Hafshah binti ‘Umar untuk kemudian disalin.
“Kirimkan padaku mushaf untuk kami salin dalam beberapa salinan, lalu akan kami kembalikan padamu.”
Hafshah pun menyetujuinya dan mengirim mushaf itu pada ‘Utsman. ‘Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash dan Abdurrahman bin Harits untuk menyalin ke beberapa mushaf.
‘Utsman kemudian berkata kepada ketiga orang Quraisy tersebut, “Jika kalian berselisih dengan Zaid dalam suatu bacaan Al-Qur’an, maka tulislah sesuai dengan dialek Quraisy. Karena Al-Qur’an turun dengan dialek mereka.”
Lantas mereka melaksanakan tugas hingga tatkala mereka selesai menyalin dari mushaf utama ke salinan-salinan lainnya, ‘Utsman mengembalikan mushaf utama itu kepada Hafshah.
BACA JUGA: 6 Ciri Penghuni Neraka dalam Alquran
Setelah itu, ‘Utsman memerintahkan salinan mushaf-mushaf tersebut untuk dikirim ke penjuru negeri dan memerintahkan salinan-salinan Al-Qur’an atau mushaf-mushaf lainnya dibakar.
Keputusan ‘Utsman ini mendatangkan maslahat besar bagi kaum muslimin. Karena setelah penaklukan semakin meluas, mereka mulai berinteraksi dengan bahasa dan bangsa lain. Ketika orang-orang ajam ini mempelajari Al-Qur’an, tentu dengan metode tasmi’ (mendengar dan mengikuti) terjadilah perbedaan cara pengucapan dan lainnya. Padahal kita semua sama-sama tahu bahwasanya Al-Qur’an adalah sumber agama Islam dan pondasi urusan umat. Jika sumber ini diperselisihkan, maka akan berakibat fatal. Bahkan sebagian orang mulai berkata, “Bacaanku lebih baik dari bacaanmu.” Maka Khalifah ‘Utsman pun mengeluarkan keputusan tersebut demi menyelamatkan umat ini. []
Sumber: Abu Jannah. Sya’ban 1438 H. Serial Khulafa Ar-Rasyidin, Utsman bin Affan. Jakarta: Pustaka Al-Inabah.