Table of Contents
SAHABAT mulia Islampos, ada dua hal yang berkaitan erat dengan thaharah atau bersuci dalam pembahsan fikih, yakni hadas dan najis. Sebab, thaharah itu artinya mensucikan diri dari hadas dan najis, yang erat kaitannya dengan syarat syahnya ibadah dalam Islam, juga menyangkut kebersihan diri seorang muslim. Lantas, apa sih, perbedaan hadas dan najis tadi?
Hadas dan najis merupakan penghalang atau penyebab tidak bisa dilakukannya ibadah seperti salat dan ibadah lainnya yang harus dilakukan dalam keadaan suci. Namun, keduanya memiliki implikasi yang berbeda sehingga seorang muslim harus mampu membedakannya.
BACA JUGA:Â Wajib Tahu, Ini Cara Thaharah Menurut Nabi
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut perbedaan hadas dan najis jika ditinjaudari hakikat dan implikasi atau hukum fikihnya:
1 Perbedaan hadas dan najis dari hakikatnya
Hadas
Hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim. Keadaan tersebut hanya dapat dihilangkan dengan mandi atau bersuci.
Penghalang atau penyebab tidak bisa dilakukannya ibadah ketika seorang muslim berhadas ini ada beberapa hal yang dibedakan menjadi dua, yakni hadas kecil dan hadas besar.
- Hadas kecil, yaitu buang angin, buang air besar dan buang air kecil. Kondisi tersebut dapat disucikan dengan wudhu atau tayyamum.
- Hadas besar, yaitu haid, nifas, ihtilam (mimpi basah), jima’ atau junub, dan lain-lain. Cara mensucikannya adalah dengan mandi wajib atau tayyamum.
Hadas itu sendiri (baik besar maupun kecil) tidak dapat dilihat oleh panca indra, karena sifatnya maknawi, bukan wujud.
Najis
Najis adalah segala kotoran yang wajib dihindari karena menyebabkan seseorang terhalang untuk melakukan ibadah dalam Islam. Najis ini perkara yang zhahir dan bisa dilihat wujudnya. Biasanya najis itu berupa sesuatu yang kotor atau menjijikan. Ini digolongkan menjadi tiga tingkatan:
- Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffafah juga sering dikenal sebagai najis ringan atau najis yang cara membersihkannya cukup mudah. Seseorang dapat terkena najis ini karena terkena pipis bayi yang berusia belum genap enam bulan atau belum mpasi (makanan pendamping asi) alias hanya minum asi. Air kencing bayi tersebut termasuk ke dalam najis mukhaffafah dan cara mensucikannya, kita hanya perlu mengalirkan air atau membasuhnya sampai benar-benar hilang.
- Najis Mutawwasithah
Di antara najis mukhaffafah dan mughallazah, ada najis mutawwashitah. Najis ini tergolong sedang dan untuk mensucikan diri darinya hanya perlu membasuh menggunakan air yang bersih sampai benar-benarvsuci. Maksudnya adalah suci dari aroma/bau, warna, dan rasa sebab najis tersebut. Beberapa yang termasuk najis mutawwashitah antara lain: nanah bercampur darah, kotoran binatang yang secara hukum haram untuk dikonsumsi, muntahan, darah haid, air wadi (cairan berwarna kental putih yang keluar usai kencing), khamr (miras), dan bangkai hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam (kecuali bangkai ikan di lautan dan belalang).
- Najis Mughallazah
Sepertinya dari semua najis, jenis najis mughallazah lah yang sering kita dengar ya? Karena acap kali dijadikan kiasan untuk sebagian kondisi seseorang. Nah, najis mughallazah sendiri merupakan najis besar atau berat. Penyebabnya ialah menyentuh babi (sebab, sebagian ulama berdasarkan mazhab Syafi’i. Babi merupakan hewan yang najis) serta terkena air liur anjing, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja akibat menyentuh bulunya yang terkena air liur tersebut. Untuk membersihkannya, kita harus membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali dan dicampur dengan tanah.
- Selain ketiga tingkatan tersebut, ada pula yang disebut dengan Najis Maf’u
Najis mafu adalah najis yang hukumnya tidak wajib untuk disucikan akibat sulit untuk dibedakan; manakah anggota badan yang terkena najis atau mana yang tidak terkena cipratan zat maupun benda penyebab najis. Beberapa yang tergolong ke dalam najis ini: cipratan darah maupun nanah, debu yang tercampur dengan benda/zat penyebab najis, dan air kotor yang mustahil untuk dihindari (misalnya saja air kubangan di jalan raya).
BACA JUGA:Â Sulit Membersihkan Najis, Bagaimana?
2 Perbedaan hadas dan najis dari segi implikasi dan hukum fikih
Niat
Niat menjadi syarat untuk menghilangkan hadas. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak dibutuhkan niat.
Alat bersuci
Air menjadi syarat untuk menghilangkan hadas. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak harus dengan air. Misalnya: Istinja’, selain dengan air, bisa saja dilakukan dengan menggunakan batu. Atau, ketika menghilangkan najis mughaladhoh, selain air juga dibutuhkan debu suci.
Bagian yang dibersihkan
Menghilangkan hadas yakni dengan membasuh seluruh anggota tubuh atau anggota wudhu (tergantung jenis hadas yang hendak dihilangkan). Sedangkan pada najis, diharuskan untuk membersihkan mahal (tempat) najis sampai hilang ain (zat) najisnya.
Urutan atau tata cara
Terdapat tata cara khusus untuk menghilangkan hadas. Mensucikan hadas yakni dengan wudhu, mandi besar, atau tayyamum. Tata caranya diatur dalam fikih thaharah. Urutan mandi wajib atau wudhu tersebut harus tertib.
Adapun ketika seseorang terkena dua hadas atau lebih, dicukupkan satu kali bersuci. Misal: ketika dalam satu waktu kentut, kemudian buang air kecil dan buang air besar, maka tidak harus menghilangkan hadats tersebut satu per satu. Melainkan sekaligus, yakni dengan satu kali wudhu.
Sementara menghilangkan najis, tata caranya disesuaikan dengan jenis nasjis yang akan dihilangkan dan harus dilakukan satu per satu. Misal: jika dalam satu waktu di tangan, kaki, dan baju kita terkena kotoran binatang, maka kita harus membersihkannya satu per satu sampai bersih atau hilang kotoran tersebut dari semua bagian yang terkena najis itu.
Pengganti
Dalam kondisi ketiadaan air untuk berwudhu atau mandi wajib, maka hadas bisa dihilangkan dengan tayyamum menggunakan debu suci. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tetap harus dilakukan sebagaimana mestinya. Tidak bisa digantikan dengan tayyamum. Namun, pendapat ulama Hanabilah ada yang mengatakan bahwa membersihkan najis bisa diganti dengan tayamum. Â []