SERINGKALI kita melakukan sesuatu karena tidak tahu. Kemudian setelah kita tahu bahwa hal tersebut dosa, dengan mudahnya kita mengatakan, “Kan saya tidak tahu, jadi pasti Allah maafkan.” Apakah ungkapan seperti ini bisa dibenarkan?
Mari kita sama-sama simak contoh hadits Bukhari-Muslim dari sahabat Abu Hurairah bahwa ada seseorang yang shalat tanpa thuma’ninah (artinya: cepat-cepat). Lalu ia datang menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengucapkan salam. Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan padanya,
BACA JUGA: Anak Marahi Ibu yang Berbuat Dosa, Bolehkah?
“Ulangilah shalatmu karena engkau sebenarnya belum shalat.”
Seperti itu terjadi berulang sampai tiga kali. Lantas orang itu berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Demi yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, sebelumnya aku tidak pernah melakukan seperti ini. Ajarkanlah aku (bagaimana shalat yang benar).”
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarkan dia, namun untuk shalat yang sudah berlalu tidak diperintahkan untuk diqadha’. Karena dahulu ia tidak tahu (jahel). Ia hanya diperintah untuk mengulangi shalat saat ini saja.
Misalnya, ada seseorang tidak menunaikan shalat di masa silam karena ia berada di pelosok yang jauh misalnya, tidak ada tempat untuk bertanya, maka shalatnya yang dulu-dulu tidak perlu diqadha’ karena dia adalah orang yang diberi maaf. Adapun di negeri yang memiliki ulama, lalu ia luput dari suatu pelajaran, maka seperti itu tidaklah ada uzur ketika bodoh (tidak tahu).
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra’: 15).
BACA JUGA: 3 Sumber dari Segala Dosa
Juga dalam ayat,
“Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59). []