Oleh: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
ibnuarsib@gmail.com
RAMADHAN telah datang dan ada dalam pelukan kita. Kegembiraan pun terpancar dari ummat manusia (Muslim) se-dunia: seperti ummat Islam di Indonesia. Tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, pejabat birokrat negara, artis-artis yang “tiba-tiba” jadi muslim-muslimah, penceramah musiman, petani, nelayan, pegawai negeri, pegawai honorer, ibu-ibu, bapak-bapak dan semua kalangan ummat Muhammad SAW. terlihat bergembira.
Sebelum Ramadhan ada dalam pelukan, banyak ummat Islam di Indonesia melukukan Punggahan, ziarah ke kuburan, melakukan bersih-bersih, ucapan mohon maaf terdengar di mana-mana. Acara Halal bi Halal pun mulai semarak.
Bulan Ramadhan pun sering menjadi momentum kegembiraan seluruh ummat manusia, terkhususnya ummatnya Muhammad SAW. Yang jarang shalat ke Masjid pun akan terlihat sering, yang jarang bersedekah pun akan sering bersedekah, tempat maksiat akan ditutup-tapi di siang hari, malam hari buka lagi. Kuantitas dan akses korupsi akan meningkat, karena sanak famili dan pendukung mulai menagih Tunjangan Hari Raya (THR).
Bulan Ramadhan sekarang hanya menjadi momentum-“barang” musiman yang akan diperebutkan. Memperhatikan aktivitas ummat Islam di Indonesia dari belakangan hari, ada kegembiraan yang terpaksa dan ada pula kegembiraan yang betul-betul tulus. Di TV pun sebentar lagi akan bermunculan penceramah-penceramah musiman. Akan bermunculan artis yang tak pernah berjilbab pun akan memakai jilbab-bahkan berhijab syar’i dan memakai gamis. Produk-produk makanan dan minuman akan meramaikan Ramadhan.
Perputaran ekonomi pun akan “meningkat” dan mendapat keuntungan besar bagi pemilik modal perusahaan. Orang-orang miskin akan berutang di mana-mana. Para birokrat pun mulai memutar otak untuk menyelipkan yang bukan haknya dari proyek apa yang “basah”.
Bulan Ramadhan hanya branding (merek). Ibadah yang diajarkan agama hanya sedikit yang memaknainya dan menjalankannya dengan ijkhlas yang hanya mengharapkan ridho Allah SWT.
Siapa sih sebetulnya yang diuntungkan pada bulan puasa Ramadhan ini? Harga-harga sembako pelan-pelan naik, harga daging pelan-pelan harganya melonjak tinggi. Apakah daging satu ons juga ikut naik? “Kencing Kuda” yang pahit dan manis itu ikut juga naik? Manakah jamaah yang lebih banyak berada dibawah cahaya putih mendengarkan ayat-ayat suci, mendengar perkataan-perkataan Tuhan yang disampaikan lewat ceramah sang ustadz, atau jamaah yang berada di bawah cahaya yang bergonta-ganti sambil menggoyang-goyangkan pinggul, kepala, “tangan di atas”, mengumbar aurat dan bisa memeluk “gunung”? Mana yang lebih banyak, memakan gorengan dan minum teh manis-kopi atau melumat bibir manis, meminum air asin dan pahit?
Dimanakah yang paling banyak jamaahnya di bawah kubah: masjid atau jamaah yang menaiki tangga berjalan: mall?
Untuk siapakah Ramadhan ini? Menjalankan sesuatu yang diperintahkan Sang Pemilik Alam-Tuhan yang Maha Esa atau sang pemilik produk, pemilik modal atau pejabat negara?
Di akhir Ramadhan pun arus mudik menjadi budaya ummat Islam di Indonesia. Menjadi bahan pembicaraan dan bahan diskusi yang sangat menarik. Menjadi barang tontonan hangat di Indonesia.
Sepertinya bulan Ramadhan menjadi tembok yang aman baginya untuk berlindung sementara waktu: selama satu bulan kurang lebih.
Beranikah Anda memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas? Atau Anda bagian dari pelakunya? Anda mengetahuinya tapi Anda diam. Bukankah itu juga termasuk jadi pelaku? Mudah-mudahan kita menjadi orang yang baik dan baik-baik saja. Kiranya kita dapat merebut momentum kebaikan sosial dan agama dari Ramadhan ini. Bukan “kebaikan” individu dan golongan pribadi. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.