SEBAGAI etnis minoritas yang paling teraniaya di Negara Bagian Rakhine, para wanita dan anak-anak Rohingya menjadi menjadi korban pembersihan militer Myanmar.
Sekitar 75 kilometer sebelah tenggara kota Cox’s Bazar puluhan Muslim Rohingya dapat terlihat berjalan menuju sisi Bangladesh pada malam hari.
Sura Katu, seorang wanita berusia 55 tahun, yang dalam kondisi lemah ditandu oleh kedua putranya menuju tempat yang lebih aman.
Ketika mereka tiba dari tepi sungai, anak-anak mulai mengemis kepada pemilik kapal untuk mendapatkan bantuan, namun berulang kali ditolak karena tidak memiliki cukup uang.
Di tengah keputusasaan dan penderitaan itu, mereka tiba-tiba melompat kegirangan. Mereka diberitahu akan dibawa ke tempat yang mereka inginkan oleh sebuah kapal yang ditumpangi wartawan Turki dan sukarelawan.
“Saya tidak tahu harus berkata apa,” kata salah saeorang anak itu saat berusaha melindungi ibunya dari hujan di atas kapal.
“Dia sakit dan kita sudah berjalan selama 10 hari.”
Dia mengatakan bahwa mereka harus tidur di ladang, hutan dan jalan untuk bersembunyi dari militer Myanmar dan pasukan keamanan serta serangan brutal para biksu Buddha yang radikal.
“Saya sudah lama sakit dan kapan pun menjadi tak tertahankan bagi saya, saya akan pergi ke Bangladesh untuk diobati, karena mereka tidak mengizinkan kami pergi ke rumah sakit di Myanmar,” kata ibu tersebut kepada Anadolu Agency belum lama ini.
“Tapi saya bahkan tidak bisa pergi ke Bangladesh setelah mereka menyerang desa-desa.”
“Selalu sulit untuk pergi ke sisi lain tapi setidaknya kita bisa kembali ke tanah kita sendiri,” kata Sura.
Ketika ditanya apakah mereka mengenal seseorang di Bangladesh yang bisa membantu dan menjadi tuan rumah, dia hanya mengatakan “Tidak” dengan suara gemetar.
Menjelang perbatasan Bangladesh setelah sekitar setengah jam perjalanan kapal, keluarga Katu telah menghilang dari pandangan saat berjalan kaki dalam kegelapan. []