Oleh: Shidqul Iltizam Novi
Ibu rumah tangga; tinggal di Mesir
SAYA punya teman sebut saja namanya “fulanah”, ada banyak desas desus tentang pernikahannya. Sebagai seorang teman, tentu ada rasa keingintahuan yang besar untuk kepoin berita tersebut.
Memang lebih baik saya bertanya langsung ke beliau, tapi mengingat ini bukanlah suatu yang ia sukai dan tidak juga ada manfaat walaupun saya tahu, selain perasaan ikut bersedih jika itu memang benar terjadi. Maka saya putuskan untuk tidak bertanya.
Namun keingintahuan saya besar sekali tentang apa yang terjadi dengan teman saya ini, saya seolah tergoda untuk usil mencari tau ada apa dengannya.
Finally saya putuskan berselancar di akun facebook nya. Masya Allah saya bukan menemukan apa yang saya ketahui, malah saya ditampar dengan keras oleh teman saya melalui status facebook nya.
Semua orang menilai suaminya bukanlah suami yang baik, berselingkuhlah (kata orang), tidak care lah, dan segala macam jenis suami bukan idaman disematkan kepada suaminya.
Tapi yang menakjubkan dari teman saya adalah dia tidak pernah sekalipun membuka aib suaminya di medsos, atau berkeluh kesah bagaimana sikap suaminya. Ia menjaga dengan rapat kehormatan suaminya, walaupun suaminya sendiri lupa menjaganya.
Sempat di beberapa status dia menyindir dan marah dengan mereka yang sudah sok tahu, kepo, bergosip tentang suaminya, tentang rumah tangganya. Bahkan hingga kini, walaupun menurut kabar burung mereka sudah bercerai, tidak pernah sekalipun teman saya ini bercerita tentang aib dan keburukan suaminya. Padahal jika ia mau, ia bisa mendulang sukses perhatian dari teman-teman nya dan bisa mematikan karir suaminya sebagai bentuk balas dendam. But she didn’t do that.
Ini pelajaran bagi saya tentang menjaga aib dan kehormatan suami. Menjaga kehormatan suami bukan hanya sekadar menjaga diri dengan baik, melayani tamu suami dengan baik, menjaga hartanya, atau juga menjaga anak-anak nya. Namun satu hal yang paling penting adalah menjaga lisan dan tulisan kita untuk menceritakan keburukan suami kita.
Sesaat setelah pernikahan, saya dan suami mendiskusikan apa-apa yang saya dan suami sukai serta apa-apa yang saya dan suami tidak sukai. Ternyata keinginan suami sederhana namun berat untuk menjaganya yakni, “Menjaga lisan dan tulisan dari menceritakan keburukan suami”.
Tidak masalah baginya saya baru belajar memasak. Tidak juga masalah baginya saya baru belajar merawat rumah. Tapi akan sangat-sangat bermasalah satu lisan saja semisal saya curhat tentang dia kepada siapapun selain Allah.
Katanya keburukanku dan keburukanmu tidak boleh ada yang keluar dari kamar. Jika sampai kita tidak bertemu pada titik temu, maka keputusan selanjutnya membuka masalah kita keluar juga atas dasar kesepakatan bersama.
At least terimakasih teman, mungkin kau bukan wanita shalihah yang banyak memberikan pelajaran baik. Tapi tentangmu menjaga aib suamimu adalah pelajaran terbaik yang diperlukan untuk setiap wanita yang ingin menjadi wanita shalihah.
Doa terbaik untukmu, semoga keteguhanmu dan keikhlasanmu menjaga kehormatan suamimu menjadi amalan yang akan menurunkan keberkahan dalam kehidupanmu. Aamiin, Ya Robb. []