ABU Hurairah pernah pagi-pagi bercerita kepada para sahabatnya, “Aku baru saja ditengok Rasulullah, padahal aku hanya sakit gigi.”
Ketika Rasulullah tidak melihat orang tua yang biasa membersihkan mesjid, beliau bertanya kepada para sahabatnya, “Kenapa orang tua itu tidak datang? Sakitkah dia, atau ada halangan yang lainya?”
BACA JUGA: Ketika Nabi Ajarkan Kalimat Penghilang Sakit dan Penyakit
Seorang sahabat menerangkan, “Orang tua itu meninggal dunia kemarin dan telah dikebumikan dengan baik.”
Nabi terperanjat. Beliau bertanya, “Mengapa tidak ada seorangpun yang memberitahukan hal itu kepadaku?”
Para sahabat berdalih, bahwa kematian seorang tua adalah soal biasa. Sedangkan Rasululah nampak selau sibuk. Jadi mereka berpendapat tidak perlu mengabarkan hal itu kepada beliau.
Nabi menyesal sekali dan wajahnya berubah muram. Beliau lantas menanyakan dimana kuburannya. Seorang sahabat menyahut, “Jauh sekali Rasulullah.”
BACA JUGA: Soal Sakit, Ini Pesan Ustaz Arifin Ilham
Nabi tetap bersikeras untuk menziarahi kuburannya. Beliau memperingatkan bahwa semua manusia memiliki derajat yang sejajar. Manusia berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Jangan memperdayakan seseorang dari yang lainnya. Tidak ada kelebihan orang kulit putih dibanding dengan orang kulit hitam. Tidak ada kelebihan bangsa Arab daripada bangsa Ajam. Semua dinilai dari kadar takwa masing-masing.
Seperti yang dikatakan, akhirnya Nabi berziarah ke makam orang tua itu walaupun tempatnya jauh sekali dan amat terpencil. Matahari panas terik, sampai Nabi menderita sakit kepala. Pada waktu kembali ke Madinah dari luar kota tempat dikuburkannya orang tua itu, pakaiannya basah kuyup oleh keringat, matanya pedih dan merah, namun wajahnya berseri-seri karena merasa lega. []
Sumber: 30 Kisah Teladan, Aburrahman Ar-Raisi, Penerbit Rosda Karya