SETIAP manusia pasti akan merasakan mati. Menghadapinya hanya tingggal menghitung waktu dan menunggu giliran saja karena berbeda-beda nasib dan ketentuan waktunya.
Untuk itu, mengingat kematian adalah suatu keniscayaan agar kita segera memperbaiki diri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok yang sebenar-benarnya. Tentu hal ini sudah Allah ingatkan sering kali di dalam Al-Quran.
BACA JUGA: 9 Adab Wanita Keluar Rumah
Salah satu cara untuk kita bisa mengingat kematian dan menghayati bahwa manusia sejatinya hanya hidup sementara di dunia adalah dengan cara melayat orang yang meninggal. Dengan menghadiri pada orang yang meninggal sebelum dikubur dan juga melihat proses penguburannya, kita akan kembali teringat bahwa suatu saat kita akan seperti itu.
Hal ini disampaikan juga dalam sebuabh hadist, Dalam sebuah hadist juga disampaikan, “Sesungguhnya adalah hak Allah untuk mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah (dengan sebab musibah itu).” (HR Bukhari dan Muslim)
Takziah atau melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarga atau kerabat dekatnya. Orang laki-laki yang bertakziah disebut mu’azziyin, sedangkan yang perempuan disebut mu’azziyat. Para ulama umumnya memiliki pendapat yang sama bahwa hukum bertakziah adalah sunnah.
Oleh karena itu setiap orang Islam sangat dianjurkan bertakziah untuk menguatkan jiwa atau suasana batin orang yang sedang tertimpa musibah agar memiliki kesabasaran dan ketabahan menerima musibah tersebut. Terkaiat dengan takziah, Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 437), menyebutkan ada empat adab orang bertakziah, “Adab orang bertakziah, yakni menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu, menampakkan rasa duka, tidak banyak berbicara, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan keempat adab orang bertakziah sebagai berikut,
Pertama, menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu
Bertakziah sudah pasti berbeda dengan menghadiri pesta perkawinan. Oleh karena itu cara kita berpakaian dalam bertakziah tidak sebaiknya disamakan dengan cara kita menghadiri pesta perkawinan yang cenderung glamor. Demikian pula cara kita bersolek atau berdandan juga tidak sebaiknya terlalu menor atau memakai parfum yang terlalu kuat baunya.
Suasana takziah adalah suasana berkabung dan bukan suasana bersuka cita. Hendaknya cara kita berpakaian dan berdandan sewajarnya saja dengan tetap menjunjung tinggi asas kepatutan dan kesopanan.
Kedua, menampakkan rasa duka
Setiap kematian seseorang pasti menimbulkan perasaan duka yang mendalam terutama bagi keluarga atau kerabat dekat yang ditinggalkannya. Oleh karena itu orang yang bertakziah dianjurkan untuk ikut merasakan rasa duka itu dengan menampakkan wajah duka sambil mengucapkan secara tulus rasa bela sungkawa. Sangat baik apabila ungkapan bela sungkawa itu diikuti dengan doa semoga tabah dan sabar menerima musibah yang memang sudah merupakan suratan takdir dari Allah SWT.
Lafaz tazkiah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah,
اِصْبِرْ وَاحْتَسِبْ فَإِنَّ ِللهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلَّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مَسَمًّى
“Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah, sesungguhnya adalah hak Allah mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, tidak banyak berbicara
Dalam suasana duka, orang yang sedang tertimpa musibah kematian, biasanya cenderung diam dan tidak ingin diajak berbicara lama-lama. Oleh karena itu orang yang bertakziah jika ingin mengajak berbicara kepada pihak yang sedang berduka cukup seperlunya saja. Demikian pula di antara orang-orang-orang yang bertakziah (muazziyin dan muazziyat) sebaiknya kalau berbicara satu sama lain cukup seperlunya dan pelan agar tidak menimbulkan suasana berisik. Apa lagi tertawa terbahak-bahak, sungguh hal ini tidak baik dan tidak etis dari sudut mana pun.
Keempat, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka
Poin keempat ini memiliki kaitan erat dengan poin-poin sebelumnya, yakni tidak mendukung ketiganya. Oleh karena itu meskipun dalam keadaan normal senyum termasuk sedekah, tetapi dalam konteks takziah para muazziyin dan muazziyat sebaiknya bisa menahan diri untuk tidak mengumbar senyum. Tentu saja senyum dalam batas-batas yang wajar masih bisa ditolerir.
Intinya adalah senyum memiliki makna kegembiaraan yang dalam konteks takziah tidak baik khususnya jika ditujukan kepada pihak yang sedang berduka sebab hal ini sama saja tidak menghormati perasaannya.
Keempat adab tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi umat Islam dalam bertakziah kepada orang lain, baik orang tersebut masih kerabat dekat, tetangga, atau sekedar teman. Hal yang harus selalu diingat adalah bahwa takziah identik dengan ikut berduka.
BACA JUGA: Adab-adab Melepas Pakaian
Oleh karena itu jika bermaksud membawa anak-anak yang masih kecil dan suka rewel atau sulit diatur seperti suka teriak-teriak, dan sebagainya, hendaknya dipetimbangkan terlebih dahulu masak-masak sebab hal itu bisa menimbulkan suasana lain yang tidak mendukung suasana duka tersebut.
Dalam tradisi masyakarat Jawa anak-anak tidak sebaiknya diajak serta bertakziah kecuali memang sangat terpaksa. []
SUMBER: ISLAMNU