Oleh: Farid Ma’ruf
SEBELUM menikah, calon istri saya yang tinggal di Surabaya, bekerja sebagai guru dan tentor les. Total gajinya sebulan sekitar Rp1.200.000 (tahun 2008).
Selain untuk memenuhi kebutuhan pribadi (karena tidak minta uang kepada orang tua), uang tersebut digunakan untuk infak dakwah, serta kebutuhan dakwah lainnya.
BACA JUGABeginilah Cara Hemat Uang Belanja Bulanan
Ternyata pengeluaran terbesar adalah untuk transportasi dakwah. Sebulan sekitar Rp 500.000 sampai Rp 700.000. Itu karena tiap ada agenda dakwah yang butuh alat transportasi untuk menuju lokasi acara, hampir selalu naik bemo, angkot, atau taksi. Sementara dalam menuju satu lokasi acara saja, bisa ganti alat transportasi sampai lima kali.
Setelah menikah, pengeluaran itu hampir tidak ada karena kemana-mana saya hampir selalu antar-jemput istri dalam acara-acaranya. Seminggu bisa lima kali atau lebih. Selama acara, saya juga sering menunggu di luar tempat acara. Ini konsekuensi yang harus diambil mengingat kalau naik taksi, berat di ongkos. Sementara kalau naik bus, di Bantul tidak lengkap (banyak area khususnya desa yang tidak ter-cover kendaraan umum).
Kebiasaan-kebiasaan calon istri ini perlu diketahui para calon suami. Jangan sampai ketika menikah terkaget-kaget, “Kok istriku boros banget?”
Jadi kalau taaruf, jangan hanya fokus melihat wajahnya yang cantik, tapi perhatikan juga, sandal calon istri kira-kira harganya berapa? Sandal biasa yang harganya hanya kisaran Rp30.000 atau sandal bermerk yang harganya mencapai Rp 400.000? Kerudung yang dipakai kerudung biasa yang harganya kisaran Rp30.000 atau kerudung bermerk yang harganya mencapai Rp150.000?
Tas yang dipakai satu untuk semua (satu tas untuk berbagai macam jilbab), atau tiap jilbab ada pasangan tasnya sendiri, pasangan sepatunya sendiri, pasangan kerudungnya sendiri, pasangan kaos kakinya sendiri, pasangan sepatunya sendiri? Dan lain sebagainya.
Jika dirasa gaya hidup calon istri akan membuat repot suami ketika sudah menikah, sementara suami tidak siap, maka tidak ada salahnya ganti calon. Atau bertanya kepada calon istri, bagaimana besok jika sudah menikah? Tetap bergaya hidup seperti sekarang, atau mau menyesuaikan diri (dengan kantong suami)? Jangan sampai ketika menikah, suami-istri disibukkan oleh masalah-masalah tidak penting tetapi bisa mengganggu keharmonisan keluarga serta mengurangi produktivitas dakwah. []