Oleh: Iwan Setiawan (Ibnu Syamsudin)
Mahasiwa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
HARTA adalah segala yang dibutuhkan. Manusia dengan kebutuhan jasmani serta adanya naluri, baik itu naluri mempertahankan diri, melestarikan diri, dan beragama yang tentu tidak bisa dipisahkan dari harta.
Untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya, manusia membutuhkan minuman dan makanan. Demi mempertahankan dirinya dari hujan dan panas serta gangguan lainnya, manusia memerlukan rumah sebagai tempat bernaung. Untuk memenuhi naluri melestarikan diri, manusia bersedia berkorban bagi anak-anaknya, dan untuk melaksanakan agamanya manusia menutup aurat dengan beragam jenis pakaian.
BACA JUGA: Empat Jenis Harta Pejabat Negara, Antara yang Haram dan Halal
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri. Aristoteles (384-322 SM) mengatakan manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Adapun cara untuk memenuhi naluri dan kebutuhan jasmani Allah telah memberikan pedoman dalam Al-Qur’an dan as-Sunah.
Setiap orang pasti butuh berinteraksi dengan orang lain untuk saling memenuhi kebutuhan dan saling tolong-menolong diantara mereka. Karena itulah perlu sekali kita mengetahui aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya.
Harta memiliki peranan penting untuk manusia dalam menjalankan kehidupannya, manusia bebas memiliki harta tetapi mekanismenya dibatasi oleh syariat Islam. Jadi Islam tidak membatasi kuantitas pemilikan harta, namun Islam hanya mengatur mekanisme perolehan harta dan pengembangan harta. Aturan-aturan Islam mengenai harta, baik dalam perpindahan harta, atau dalam pengelolaan harta dibahas dalam fiqh muamalah.
Kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi disebut kebutuhan primer, hal ini karena adanya naluri mempertahankan diri dan dorongan dari kebutuhan jasmani. Adanya kebutuhan primer mendorong semua manusia untuk melakukan perbuatan yang dapat memenuhi kebutuhannya. Jika hal itu dibiarkan dan tanpa adanya aturan maka akan timbul konflik horizontal dan bisa saja sampai pada kehancuran sosial. Oleh karena itu pencipta manusia menurunkan pedoman melalui Nabi-Nya yakni Al-Qur’an dan apa yang ditunjuk oleh sumber itu yakni Al-Hadist.
BACA JUGA: Bolehkah Sedekah dari Harta Haram?
Kedua sumber hukum Islam itu mengatur secara umum hal-hal yang diperbolehkan bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua sumber itu juga mengatur hal hal yang tidak diperbolehkan bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Karena hal itu maka akan terjadi keteraturan dan kelancaran dalam kehidupan sosial. Islam adalah agama yang sempurna, kesempurnaan itu terlihat dari pemecahan solusi dalam setiap permasalahan yang timbul dimasyarakat, sebab Al-Qur’an yang merupakan sumber hukum Islam adalah pedoman untuk manusia.
Islam telah membagi harta pada tiga bagian, yaitu harta milik Negara, harta milik umum, dan harta yang berhak dimiliki oleh individu. Pembagian kavling itu agar tercipta kesejahteraan dan tidak menciptakan hegemoni segelintir orang yang menyebabkan kesengsaraan banyak orang. Islam mempunyai kebijakan fiskal yang ramah pada dunia usaha yaitu zakat, agar 8 asnaf yang telah ditentukan oleh syariat terpenuhi kebutuhan dasarnya, bukan hanya kebutuhan dasar namun jika zakat ini disalurkan kepada lembaga yang professional dan dikelola secara produktif maka mustahik akan berubah statusnya menjadi muzaki.
Sedangkan pengembangan harta yang halal yaitu jual beli dan investasi dengan akad mudharabah bukan dengan akad yang mengandung riba. Sekali lagi, Islam tidak membatasi kuantitas kepemilikan harta namun mekanisme dari mulai cara memiliki harta, pengembangan harta, serta penyaluran harta yang telah diatur oleh Islam, mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan, sebab mengenai harta ada dua pertanyaan kelak dihari perhitungan yaitu darimana kau peroleh dan digunakan untuk apa hartamu?
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (H.R. Tirmidzi).
Bagaimanapun keadaan kita, baik memiliki harta atau berada dalam kekurangan jangan sampai keadaan keduanya menjauhkan diri dari pencipta, hati-hatilah dengan harta karena itu semua adalah ujian yang akan kita pertanggungjawabkan. Yang harus kita perhatikan adalah bagaimana dua kondisi itu menjadikan kita lebih dekat dengan Pencipta. Sabar dan syukur dalam dua kondisi tersebut merupakan ibadah, perhatikanlah hartamu. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.