JENEWA – Epidemi kolera di Yaman yang telah menginfeksi lebih dari 332.000 orang dapat menyebar selama pelaksaan ibadah haji di Arab Saudi pada September mendatang, demikian menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jumat (14/07/2017) kemarin.
Menurut WHO, ibadah haji menarik jumlah 2-4 juta muslim setiap tahunnya, termasuk 1,5-2 juta pendatang dari luar negeri yang dapat meningkatkan risiko wabah penyakit seperti demam berdarah, demam kuning, virus Zika dan penyakit meningokous serta kolera.
Dominique Legros, ahli kolera WHO mengatakan Arab Saudi belum pernah mengalami wabah kolera bertahun-tahun berkat pengawasan intensif dan tes yang dilakukan sedini mungkin untuk mendeteksi kasus lebih awal.
“Jangan lupakan hari ini kita berbicara tentang Yaman, tetapi mereka menerima jemaah dari banyak negara endemik, dan mereka berhasil untuk menekan wabah penyakit. Intinya dengan memastikan kondisi tenpat tinggal dan akses air pada khususnya, berada di tempat yang higienis,” ujarnya dalam sesi pengarahan reguler PBB.
“Menurut saya, mereka telah mempersiapkannya secara baik,” tambahnya.
Masa inkubasi penyakit yang disebarkan melalui konsumsi makanan kotor dan mengakibatkan diare akut berlangsung dalam hitungan jam. Setelah mulai gejala, kolera bisa membunuh dalam beberapa jam jika pasien tidak ditangani dengan tepat.
“Sayangnya, masyarakat dengan gejala itu terbilang sedikit, karena 80 persen pasien tidak menunjukkan gejala penyakit,” ujar Legros.
“Itulah sebabnya kami menyarankan negara-negara untuk tidak melakukan penyisiran di bandara pada pasien. Arab Saudi tidak melakukannya. Secara teknis percuma saja,” tambahnya.
PBB menyalahkan pihak yang berperang di Yaman dan sekutu internasionalnya, termasuk Arab Saudi, dalam memicu wabah kolera selama 11 minggu, yang membuat jutaan orang kelaparan dan terhalangnya akses bantuan.
WHO telah meluncurkan program perawatan darurat berdasarkan sisa-sisa sistem kesehatan Yaman yang hancur untuk mencoba dan menangkap kasus wabah baru lebih awal dan menghentikan penyebaran penyakit secara eksplosif.
Jumlah dari kasus terbaru terus meningkat sekitar 6.000 per hari, namun jumlah kematian tampaknya melambat secara dramatis, demikian menurut analis Reuters terhadap data WHO.
Tingkat kematian telah merosot dari 20-49 orang dalam beberapa pekan terakhir menjadi rata-rata 9 orang per hari dalam enam hari terakhir. []
Sumber:AntaraNews