BETAPA syukur kita harus ditambah dengan sungguh-sungguh, sebab Allah karuniakan kehidupan yang panjang perjalanannya.
Soal rezeki misalnya, Allah karuniakan banyak kenikmatan; Pakaian, makanan, kesehatan, keluarga, sahabat, dan sebagainya. Yang utama, agung, dan mulia adalah rezeki iman dalam Dienul Islam.
Betapa banyak nikmat yang kita rasakan, kita ambil sesuap nasi sebagai renungan.
BACA JUGA: Bersyukur saat Susah
Lebih jauh mana perjalanan kita mendapatkan nasi dibandingkan dengan perjalanan nasi menuju kita?
Bayangkan, saat lapar, kita makan masakan ibu di rumah, masakan istri kalau sudah keluarga, atau beli ke warung nasi. Kita makan, kenyang, dan merasakan kenikmatan.
Pernahkan kita berpikir tentang perjalanan nasi hingga sampai ke mulut kita?
Kita berada di Bandung misalnya, apakah nasinya berasal dari sawah yang ada di Bandung?
Bisa jadi iya, tapi bisa jadi pula nasi itu asalnya dari sawah di Sumatera atau pulau yang lainnya.
Sebelum jadi nasi seperti yang kita makan, dulunya adalah benih, tumbuh di sawah, mekar, berbunga, dan berbuah. Dipetik, dimasukin karung, dijemur, digiling oleh mesin, dan jadi beras.
Lalu beras itu ditarik oleh mobil, disimpan di gudang, dibawa oleh agen, dijajakanoleh pedagang eceran, dibeli oleh keluarga kita, dibasuh, dinanak hingga matang.
Betapa panjang perjalanan sang nasi hingga tiba di mulut kita. Maka ambil bila saat makan ada satu atau dua nasi yang tercecer, selama tidak kotor, najis, dan membahayakan kesehatan, satukan dengan nasi yang masih dalam piring untuk kita makan.
Di antara baiknya iman seorag muslim adalah tidak menyia-nyiakan harta, tidak boros, dan memubadzirkan makanan. Sehingga jangan sisakan makanan dalam piring yang menyebabkan nasi sisa itu terbuang.
“Apabila seseorang di antara kalian makan, maka janganlah ia membersihkan tangannya sehingga ia menjilatinya atau menjilatkannya (ke orang lain).” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Turmudzi)
BACA JUGA: Hanya Tamu Thalhah yang Makan
Bila yang menempel dijari tangan saja Rasulullah Saw memerintahkan untuk menjilatnya, apalagi yang tersedia di piring yang sudah kita ambil. Bila makan proporsional saja, mengambil sesuai kebutuhan. Lebih baik nambah daripada berlebihan dan terbuang.
“Allahumma Bariklana Fimarazaqtana Waqina Adzabannar. Ya Allah, berkahilah rezeki yang engkau berikan pada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Dalam doa ini kita mohon pada Allah dengan kalimah “Bariklana,” berkahi untuk kami.
Mengapa bukan untukku?
Karena melaui doa ini kita berharap keberkahan bagi banyak orang yang terlibat dalam proses perjalanan nasi hingga bisa kita makan, petani, pedagang, pemasak, penyaji, hingga yang terakhir kita memakannya. []