TATKALA orang-orang Quraisy mengetahui sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berada di Habasyah dan memperoleh kedamaian dan kenyamanan di dalamnya dan bahwa Najasyi melindungi siapa saja yang meminta perlindungan kepadanya, saat itulah Umar bin Khaththab memeluk Islam. Umar bin Khaththab bersama Hamzah bin Abdul Muthalib berada di kubu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya serta Islam menyebar luas di kabilah-kabilah Quraisy, maka mereka segera berkumpul untuk mengadakan rapat.
Dalam rapat itu, orang-orang Quraisy merencanakan konspirasi dengan cara membuat perjanjian yang mereka tujukan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
2. Mereka tidak boleh menikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
BACA JUGA:Â Tiga Generasi dari Keluarganya Merupakan Sahabat Nabi
3. Mereka tidak boleh menjual apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib
4. Mereka tidak boleh membeli apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
Ketika sudah mufakat dengan seluruh isi perjanjian tersebut, mereka menulisnya di shahifah (surat perjanjian), kemudian mereka bersumpah untuk senantiasa komitmen dengan isi perjanjian tersebut.
Setelah itu, mereka menempelkan shahifah (surat perjanjian) di tengah-tengah Ka’bah sebagai tanda bukti sikap mereka. Penulis shahifah (surat perjanjian) itu adalah Manshur bin Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay.
Ibnu Hisyam menuturkan: Ada juga yang mengatakan bahwa penulisnya adalah An-Nadhr bin Al-Harits. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mendoakan kehancuran atasnya, maka lumpuhlah sebagian jari Manshur bin Ikrimah.
Ibnu Ishaq menuturkan: Pada saat orang-orang Quraisy melakukan hal itu, Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib berpihak kepada Abu Thalib bin Abdul Muthalib, dan bergabung bersamanya. Dari kalangan Bani Hasyim yang keluar dan bergaung dengan orang-orang Quraisy dan mendukung sikap mereka ialah Abu Lahab, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib.
Abu Lahab bertemu dengan Hindun binti Utbah bin Rabi’ah. sesudah ia keluar dari kaumnya dan berpihak kepada orang-orang Quraisy dalam menghadapi kaumnya sendiri, kemudian ia berkata, “Hai anak perempuan Utbah, dengan sikap yang kuambil ini, apakah aku telah menolong Al- Lata dan Al-Uzza? Apakah aku telah berpaling dari orangorang yang telah meninggalkan AI-Lata dan Al-Uzza? Apakah aku telah membela Al-Lata dan Al-Uzza?”
Hindun binti Utbah berkata, “Ya, semoga Allah membalas dengan ganjaran yang baik kepadamu, wahai Abu Utbah.”
Abu Jahal juga berkata, “Muhammad mengintimidasi aku dengan sesuatu yang belum pernah aku lihat. Ia berkata bahwa akan ada kehidupan setelah kematian ini. Celakalah engkau berdua. Aku tidak melihat padamu berdua sesuatu yang dikatakan Muhammad.”
Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat tentang Abu Lahab (yang artinya):
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya terdapat tali dari sabut. (QS. al-Masad: 1-5).
Ibnu Hisyam menjelaskan: Tabbat artinya merugi dan at-tabab artinya kerugian.
Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib menjalani pemboikotan orang-orang Quraisy selama dua atau tiga tahun, hingga mereka menjalani kesulitan yang sangat luar biasa. Tidak ada makanan atau minuman yang bisa sampai pada mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dan siapa pun dari orang-orang Quraisy tidak bisa berinterakkasi dengan mereka kecuali dengan cara sembunyisembunyi pula.
Abu Jahal berjumpa dengan Hakim bin Hizam bin Khuwailid bin Asad yang sedang berjalan bersama budak laki-lakinya yang membawa tepung untuk diantarkan kepada bibinya, Khadijah, istri Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam yang sedang berada bersama beliau di Syi’b. Abu Jahal bin Hisyam mendekat pada Hakim bin Hizam, kemudian berkata kepadanya, “Akankah kau membawa makanan ini kepada Bani Hasyim? Demi Allah, engkau tidak bisa membawa makananmu itu hingga aku mengata-ngataimu di kota Makkah.
Saat itu, Abu Al-Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad datang menemui Abu Jahal bin Hisyam, kemudian berkata kepadanya, “Apa masalahmu dengannya?”
BACA JUGA:Â Sahabat yang Dibaiat di Bawah Sebuah Pohon
Abu Jahal menjawab, “Dia mau mengantar makanan kepada Bani Hasyim.”
Abu Al-Bakhtari berkata, “Makanan ini awalnya milik bibinya. Bibinya mengirimkannya kepadanya, lalu mengapa engkau melarangnya membawa kembali makanan itu kepada bibinya? Biarkanlah dia pergi!!”
Namun Abu Jahal bin Hisyam tidak menerima saran Abu Al-Bakhtari, kemudian terjadilah duel seru antara Abu Jahal bin Hisyam melawan Abu Al-Bakhtari. Abu Al-Bakhtari mengambil tulang rahang unta, lalu dia pukulkan dengannya kepala Abu Jahal bin Hisyam hingga luka dan meneteskan darah kemudian dia menginjaknya keras-keras.
Hamzah bin Abdul Muthalib yang berada di dekat tempat kejadian menyaksikan langsung perkelahian itu. Orang-orang Quraisy tidak mau duel tersebut didengar Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya. Sebab jika Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya mendengar duel tersebut, beliau dan para sahabatnya pasti akan menertawakannya.
Walaupun mendapatkan boikot dari orang-orang Quraisy, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam tetap terus berdakwah tanpa henti kepada kaumnya siang malam baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Beliau tetap menyerukan perintah Allah Ta’ala tanpa takut kepada siapa pun juga. []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media