MAISARAH bin Masruq al-Absi hanyalah orang biasa dalam Bani al-Absi yang menyengaja datang ke Makkah. Ketika berkemah di Jamratul Ula dekat Masjid Khaif, kabilah ini didatangi Rasullullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu datang ditemani oleh Zaid bin Haritsah. Beliau menemui kabilah tersebut dengan tujuan hendak menyampaikan Risalah yang dibawanya dan menyeru untuk masuk Islam.
Saat itu Maisarah berkata pada kaumnya yang hadir, “Aku bersumpah dengan nama Allah, kalau kita membenarkan lelaki ini dan mengajaknya ke tengah-tengah tempat tinggal kita, itu adalah pendapat yang baik. Dan aku bersumpah dengan nama Allah bahwa agamanya akan menang hingga ke segala penjuru.”
BACA JUGA: Sahabat, Temani Aku Sampai ke Surga
Namun, tak sesuai harapan. Maisarah mengharapkan kaumnya mengikuti ajaran Rasulullah tetapi Tetapi kaumnya tidak menanggapi pendapatnya tersebut. Melihat sikap dan tanggapan Maisarah itu, Nabi secara khusus mengajaknya untuk memeluk Islam, tetapi karena merasa sendirian dan khawatir dimusuhi kaumnya, ia belum bisa menerima ajakan Nabi tersebut, walau ia tetap memuji dan mengakui kebenaran ajaran yang disampaikan beliau.
Sepulangnya kepada kaumnya dari perjalanan haji tersebut, Maisarah mengajak beberapa orang menemui seorang pendeta Yahudi di Fadak untuk mengetahui lebih banyak tentang Nabi yang dijanjikan. Pendeta Yahudi itu membuka sebuah kitab besar, ia mencari-cari tentang masalah itu. Setelah menemukan halaman yang dimaksudkannya, Sang Pendeta membacanya, “Seorang nabi yang ummi (buta huruf), berbangsa Arab, biasa menunggang unta, merasa cukup dengan makanan yang kasar (roti keras), tubuhnya tidak rendah juga tidak tinggi, rambutnya tidak lurus juga tidak terlalu keriting, pada kedua matanya ada warna putih kemerah-merahan. Jika ia menyeru kalian, terimalah seruannya, dan masuklah ke dalam agamanya.” Pendeta Yahudi itu menjelaskan ciri-ciri sang Rasul terakhir itu.
Pendeta Yahudi itu lalu berkata lebih lanjut, “Kami kaum Yahudi hasad kepadanya, itulah yang menyebabkan kami tidak mengikutinya, sesungguhnya karena dialah tempat kami akan ditimpa bencana besar. Bangsa Arab akan terpecah menjadi dua, yang mengikutinya atau memeranginya, maka jadilah kalian orang-orang yang mengikutinya.”
Maisarah semakin mantap dengan pendapat yang dipilihnya, dan mereka sepakat untuk menemui Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam pada musim haji berikutnya. Tetapi ketika sampai di antara kaumnya, kesepakatan ini dimentahkan oleh para tetua kabilah Bani Absi, mereka menolak dan menentang keras kesepakatan yang diambil kelompok Maisarah yang menemui Pendeta Yahudi tersebut.
BACA JUGA: Abu Ubaidah, Sahabat yang Jujur dan Kuat
Berlalu beberapa tahun. Maisarah bertemu Nabi ketika Haji Wada’, dia berkata, “Ya Rasulullah, tak henti-hentinya aku berharap dapat mengikuti ajakanmu sejak pertemuan pertama dahulu, tetapi Allah menghendaki keterlambatanku masuk Islam. Sesungguhnya sebagian besar orang yang bersamaku dulu telah meninggal.”
Rasululah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kalau mereka yang meninggal di luar Islam tempatnya di neraka, dan Maisarah mensyukuri keislamannya sebelum meninggal. Ia terus memperbaiki keislamannya dan mempunyai kedudukan yang baik di sisi Abu Bakar. []
Sumber: Kisah Sahabat Nabi/ Az-Zikr Studio/ 2016