SETIAP yang bernyawa pasti akan binasa. Itu janji Allah SWT. Kematian merupakan sesuatu yang niscaya sekaligus misteri. Niscaya karena ia akan datang dan menimpa semua orang. Misteri karena tak ada seorang pun yang tahu kapan Ijrail akan mencabut nyawa.
Namun, sejarah mencatat bahwa banyak orang shalih yang sadar saat kematian mendekati dirinya. Perkataan-perkataan yang mereka lontarkan pun seakan-akan sudah siap menghadapi Ijrail, Malaikat Sang Pencabut Nyawa.
BACA JUGA: Sakaratul Maut, Benarkah Menyakitkan?
Ketika Mu’awiyyah bin Abi Sufyan menghadapi kematian, ia berkata, “Dudukkanlah aku.” Maka, orang-orang di sekelilingnya pun mendudukkannya. Ia mulai mengingat Allah dan bertasbih kepada-Nya. Ia kemudian menangis. Lalu, ia berkata (kepada dirinya sendiri), “Engkau mengingat Tuhanmu, wahai Mu’awiyyah, setelah tua renta dan lanjut usia, sedangkan masa mudamu penuh dengan kesenangan.”
Mu’awiyyah terus menangis dan bertambah keras tangisannya. Lalu, ia berkata, “Wahai Tuhanku, kasihanilah orang tua durhaka ini yang memiliki hati yang keras. Ya Allah, kurangilah kesalahannya, ampunilah ketergelincirannya, dan masukkanlah dengan kemurahan-Mu ke dalam kelompok orang-orang yang tidak mengharap selain-Mu dan tidak meyakini siapa pun selain-Mu.
Ketika Mu’adz bin Jabbal menjelang wafat, ia berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku takut kepada-Mu. Hari ini aku berharap kepada-Mu, ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak pernah mencintai dunia dan lama tinggal di dalamnya karena sungai-sungai mengalir dan pohon-pohon tumbuh. Namun, waktu-waktu siangnya panas menyengat saat-saat menyesakkan dan berkumpul dengan para ulama.”
BACA JUGA: Saudaraku, Ketika Malaikat Maut Mencabut Nyawa Orang Mukmin
Itulah perkataan dari dua orang shalih pada saat akan menjemput maut. Sungguh banyak keterangan yang menuliskan betapa peristiwa kematian merupakan peristiwa yang paling menakutkan dan menyakitkan. Namun, kadar keimanan yang akan membuat semuanya berbeda.
Seseorang dengan kadar keimanan yang tinggi tentunya akan menyambut maut dengan senyuman. Adapun orang yang kadar keimanannya rendah tentu saja akan dicekam ketakutan. Pilihannya adalah apakah kita akan memilih untuk menjadi orang yang tersenyum saat menghadapi kematian ataukah sebaliknya? Wallahu’alam. []
SUMBER: MUTIARA IHYA ULUMUDDIN