UMAT Islam tentu sudah tidak asing lagi dengan peristiwa Isra Miraj. Peristiwa yang diperingati setiap tahun ini tentu menjadi peristiwa yang penting bagi umat Islam. Mengingat terdapat banyak hikmah dari adanya Isra Miraj yang dilakukan oleh Rasulullah. Berikut ini hadits terkait peristiwa Isra Mirajnya Nabi Muhammad.
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’, pernah melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Nabi Ibrahim ketika itu bertanya pada malaikat Jibril, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Ia menjawab, “Muhammad.” Ibrahim pun mengatakan pada Muhammad, “Perintahkanlah pada umatmu untuk membiasakan memperbanyak (bacaan dzikir) yang nantinya akan menjadi tanaman surga, tanahnya begitu subur, juga lahannya begitu luas.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa itu ghirosul jannah (tanaman surga)?” Ia menjawab, “Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.),” (HR. Ahmad, 5: 418. Hadits ini secara sanad itu dha’if. Namun kata Syaikh Al-Albani isi atau matan hadits itu shahih karena punya berbagai macam penguat. Lihat Al-Isra’ wa Al-Mi’raj karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hlm. 107-108).
Dikutip dari Rumaysho.com, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
1. Peristiwa Isra’ Mi’raj benar adanya.
2. Ketika melakukan isra’, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu para nabi di antaranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
3. Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril.
4. Umat Nabi Muhammad diajarkan oleh Nabi Ibrahim suatu kalimat yang menjadi tanaman di surga, menjadikan tanahnya di surga subur dan luas, yaitu kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.).
5. Makna kalimat laa hawla wa laa quwwata illa billah menunjukkan sifat pasrah dan tawakkal dalam hal menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan, semuanya dimudahkan hanya dengan pertolongan Allah.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”
Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya,” (Syarh Shahih Muslim, 17: 26-27). []