MOJOKERTO–Seorang pendeta di Mojokerto, Jawa Timur, Agus Setiyono (55), langsung memutuskan masuk Islam setelah melihat bintang berbentuk lafadz Allah. Kini, Agus yang telah berganti nama Ibnu Mas’ud, tinggal di Kebumen di Pondok Pesantren Al Hasani, Desa Jatimulyo, Alian Kebumen Jawa Tengah.
Dia memperoleh hidayah usai melihat bintang berbentuk lafadz Allah dengan aksara Arab di suatu tengah malam. Agus Setiyono merasa itu petunjuk kebenaran. Hingga hatinya mantap untuk masuk Islam. Dia lalu disarankan budenya ke Ponpes Lirboyo Kediri untuk memantapkan keyakinannya dan mempelajari Islam. Hingga ia bersahadat di sana, di bawah bimbingan KH Idris Marzuki saat masih hidup. Namanya kemudian diganti menjadi Ibnu Mas’ud.
“Setelah sahadat, saya diajari wudu, membaca alif baa ta, salat yang benar. Dari situ saya menjalankan tata krama Islam dengan baik,”katanya.
BACA JUGA:Â Ini Kisah Pendeta AS yang Masuk Islam setelah Kunjungi Arab Saudi
Di desa di Kecamatan Alian Kebumen Jawa Tengah, ia memperdalam pengetahuan Islam di Pondok Pesantren Al Hasani pimpinan Kyai Asyhari Muhammad Al Hasani yang juga Ketua Pagar Nusa Kebumen. Ia bertemu Kyai Asyhari sewaktu di Lirboyo hingga memutuskan ikut ulama itu pulang ke Kebumen atas restu KH Idris Marzuki.
Keputusan pendeta itu masuk Islam sempat ditentang kalangannya. Ia bahkan mengaku sempat mendapat ancaman. Namun siapapun tak bisa menggugat keputusannya. Mas’ud memutuskan meninggalkan kota dan orang-orang yang sempat berhubungan dengannya, termasuk keluarga.
Kehidupan Ibnu Mas’ud yang merupakan seorang mualaf kini sangat bertolak belakang dengan kehidupannya dulu. Padahal dahulu ia golongan priayi. Tepatnya, saat ia masih menjadi pendeta di sebuah gereja di Mojokerto, Jawa Timur. Ia dan keluarganya sempat tinggal di kota bergelimang harta. Namun, semuanya dia tinggalkan, termasuk anak istrinya yang menolak ajakannya masuk Islam.
Untuk mencukupi kebutuhan harian, kini Ibnu Mas’ud bekerja menjadi tukang kebun sekolah. Ia juga memungut sampah atau barang rongsokan untuk dijual kembali.
“Aktivitas saya sekarang azan di masjid, membersihkan makam, jadi tukang kebun dan memungut rongsok di tempat sampah,” kata Ibnu Mas’ud, Mei lalu seperti dikutip dari Suara.
Pekerjaan itu dia jadikan sebagai bagian dari pengabdiannya kepada agama barunya, Islam.
Tiga tahun menimba ilmu di pesantren membuat pengatahuan agama Mas’ud terus bertambah. Ia yang telah matang belajar teologi Kristen hingga menjadi pendeta, kini harus mulai nol lagi untuk mempelajari Islam.
“Alhamdulillah pengetahuan bertambah. Kegiatan istigasah, mujahadah saya ikuti. Kitab kuning saya pelajari,” kata Ibnu Mas’ud.
BACA JUGA:Â Anak Pendeta Ini Akhirnya Masuk Islam Setelah Mendengar Kalimat Syahadat
Semakin dalam pengetahuannya tentang Islam, hatinya semakin mantap. Agama Islam ternyata tak seperti bayangannya dulu sebelum menjadi mualaf, yakni keras dan menakutkan. Agama Islam mengajarkan kedamaian serta akhlak karimah. Bukan radikalisme sebagaimana dicitrakan selama ini. Ia kini tahu aksi teror hanyalah ulah oknum yang membawa nama agama untuk menghalalkan tindakannya.
“Saya tidak membenci (Islam), saya hanya takut saat itu,” kata Ibnu Mas’ud yang punya pengalaman merasakan aksi teror di gereja saat dirinya masih menjadi pendeta.Â
Kala itu, gerejanya pernah dibom saat ia dan umat Kristiani lain menjalankan peribadatan Natal. Seketika ledakan itu membuat jemaat lari kocar kacir. Mas’ud yang kala itu masih bernama Agus Setiyono ikut lari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri. Insiden itu bahkan menewaskan seorang anggota Banser NU yang sedang berjaga mengamankan gereja. Ibnu Mas’ud sendiri berhasil selamat dari insiden itu, meski ada jemaat yang luka karena terkena puing ledakan. []
SUMBER: SUARA