Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ustadz, mohon maaf, saya ingin bertanya tentang hal yang sangat rahasia. Langsung saja ya. Ada seorang laki-laki yang masih bujangan, pernah beberapa kali berzina dengan permpuan yang sudah bersuami. Suatu ketika ktahuan oleh suami si perempuan itu. Mulai dari situ, laki-laki tersebut ingin bertaubat dengan benar-benar.
Namun selalu teringat akan dosa besar yang pernah dilakukan, terkadang menjadi lemah dan seakan-akan putus asa karena telah melakukan perbuatan tersebut. Menyesal tiada henti tiap hari, dari tidur smpai mau tidur lagi, selalu teringat, dan seakan pesimis bahwa dosanya akan terampuni.
Pertanyaan saya, hukum apakah bagi laki-laki bujang yang berzina dengan perempuan yang sudah bersuami, apakah rajam, atau cambuk? Dan di antara keduanya, apakah bisa dilakukan di zaman sekarang ini, oleh suatu kelompok atau golongan? Jika tidak bsa, bagaimana cara laki-laki itu untuk bisa bertaubat dari perbuatan keji itu? Mhon pencerahannya secara detail. Jazakallahu khairan katsir.
Abdul Ghafur
Wa’alaykum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Saudara Abdul Gafur Rahimakumullah, al-Qur’an sebagai panduan kehidupan, telah memotret prilaku dan pola kehidupan manusia sepanjang masa melalui ayat-ayat-Nya. Banyak kita temukan beragam ayat dalam al-quran yang menjelaskan proses perjalanan panjang kisah nabi dan rasul dalam menghadapi pola dan kulturkehidupan masyarakat pada zamannya.
Hampir setiap nabi dan rasul ketika diutus ditengah-tengah masyarakat, selalu menghadapi persoalan yang sama yaitu kemusyrikan. Kemusyrikanmenjadi persoalan utama yang hampir menyelimuti setiap fase kehidupan sosial yang dihadapi oleh utusan-utusan Allah swt. Inilah alasan mengapa Allah swt mengutus utusan-Nya dalam setiap fase kehidupan umat sebelum nabi Muhammad saw. Sebagaimana Allah swt tegaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nahl [16]: 36.
Persoalan kemusyrikan mendapat perhatian serius dalam al-Qur’an, hal ini terjadi karena kemusyrikan sebagai pangkal utama kejahatan yang melahirkan rusaknya tatanan sosial masyarakat. Zina adalah salah satu dari sekian banyak penyakit sosial yang mendapatkan perhatian langsung dalam al-Qur’an. Setiap kali ayat al-Qur’an menyinggung satu permasalahan sosial dengan frase yang tegas, berarti hal ini adalah masalah serius yang tidak boleh diabaikan.
Setiap bentuk penyimpangan dan pengabaian manusia terhadap aspek-aspek yang akan melahirkan zinaberdasarkan al-Qur’an,baik secara individu, masyarakat dan negara, maka perbuatan zina akan marak terjadi dimana-mana dengan modus yang beragam.
Munculnya bentuk prostitusi yang belakangan ini marak menghias dunia maya merupakan akibat dari jebolnya dinding aturan syara’ yang ditabrak oleh hawa nafsu manusia. Oleh karena itu, zina merupakan penyakit sosial yang sudah mengakar sepanjang sejarah kehidupan manusia, maka Al-Quran dengan tegas memberikan upaya prepentif dan sistemik agar zina dapat diantisipasi melalau langkah-langkah berikut ini :
1. Perbedan batasan aurat antara laki-laki dan wanita. Allah swt. Berfirman dalam Surat an-Nur[24]: 31. Hal ini juga berdasarkan hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah saw, bersabda, “ wahai Asma sesungguhnya wanita itu apabila telah haidh, maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini (rosul menjelaskan wajah dan kedua telapak tangan).”
2. Pakaian jilbab untuk wanita. Lihat dalam surat al-Ahzab [33]:59.
3. Perintah untuk menjaga pandangan. Lihat dalam Surat an-Nur[24]: 31
4. Hukum interaksi antara pria dan wanita (nizham al-ijtima’I fi al-Islam), hal ini berdasarkan hadits larangan berkhalwat antara pria dan wanita.
لا يخلون أحدكم بامرأة إلا مع ذى محرم
“Janganlah seseorang diatara kalian berkhalwat dengan seorang wanita kecuali ada seorang mahram bersamanya.” (HR. syaikhani dari Ibnu Abbas)
5. Larangan tabarruj. Lihat dalam surat al-Ahzab[33]: 33
6. Larangan mendekati zina. Lihat dalam surat al-Isra [17]:32
7. Upaya negara menjaga dan memelihara warga dari segala bentuk pornografi dan pornoaksi. Berdasarkan hadits nabi muhammad saw.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ
“Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, rubah dengan lisannya, jika tidak mampu rubahlah dengan hati, yang terakhir itu adalah upaya selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
8. Sanksi tegas bagi pelaku zina muhshan dan ghair muhshan.Sanksi bagi pelaku zina ghair muhsan (belum menikah) jilid seratus kali, berdasarkan surat an-Nur [24]:2, Dan diasingkan selam satu tahun. sedangkan sanksi bagi muhsan (sudah menikah) berdasarkan hadits nabi adalah dirajam dengan batu sampai meninggal (lihat al-mawshuah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah, hal. 1023, juz. II)
Taubat adalah penyesalan atas perbuatan dosa dan tekad yang kuat dalam hati untuk tidak kembali melakukan dosa sambil menghadapkan wajah kepada Allah swt dan berharap mendapatkan ampunan-Nya. Anjuran untuk bertaubat ditegaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nur [24]:31. Dan dalam Surat al-Taubah[9]: 104, Surat al-Baqarah[2]: 222.
Dalam ajaran Islam bertaubat hukumnya wajib, sebab setiap manusia pasti mempunyai kesalahan dan tidak luput dari perbuatan dosa. Orang yang tidak segera bertaubat atas dosa dan kesalahan, maka ia akan terus dihantui kecemasan dan kebimbangan. Kedua sikap demikian akan terus mendera hati orang yang tidak segera melakukan taubat sebab itu semua adalah bisikan syaitan agar manusia mengurungkan taubatnya. Oleh karena itu perbuatan taubat tidak boleh ditangguhkan, maka jika seseorang menangguhkan taubat ia tergolong orang maksiat.
Taubat dapat beimplikasi terhadap perbuatan dosa kecil dan besar. Taubat atas perbuatan dosa kecil, dapat dihapuskan dengan melakukan taubat secara umum sebagiamana penjelasan di atas dan beristighfar. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat Hud [11]: 114.
Sedangkan untuk perbuatan dosa besar, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk perbuatan; (1) perbuatan dosa yang termasuk wilayah hak-hak Allah (huquq al-Lah), dan (2) perbuatan dosa yang termasuk wilayah kemanusiaan (haq al-‘adamiyy).
Setiap pelanggaran dosa terhadap hak-hak Allah swt. Dapat dibedakan menjadi tiga kategori. (1) hak Allah yang bersifat jasmani (haq al-badaniyyah). Contoh untuk perbuatan kategori pertama ini adalah jika seseorang tidak melaksanakan shalat atau puasa, lantas ia bertaubat kepada Allah swt. Maka ia wajib untuk mewujudkan taubatnya itu dengan cara mengganti (qadha) atas perbuatan yang ditinggalkannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muammad saw.
“Suatu hari rasulullah saw pernah didatangi oleh seorang pria dan bertanya, “adikku perempuan pernah bernadzar akan melaksanakan haji, lantas ia meninggal (sebelum melaksanan nadzarnya)bamaimana?”Lantas nabi menjawab, “jika itu adalah hutang, maka mampukah engkau untuk membayarnya?” ia menjawab, “ya”. Kemudian Rasulullah saw, berkata, “Kerjakannlah perintah Allah, sebab hutang kepada Allah itu lebih utama.” (HR. Bukhari, dalam bab siapa yang wafat memiliki nadzar). Namun jika seseorang tidak mampu untuk men-qadha, maka cukuplah taubat selama ia tidak mampu untuk mengganti perbuatan yang ditinggalkanya.
(2) hak Allah bersifat harta (huquq al-Maliyah). Jika seseorang tidak melaksanakn zakat, kafarat dan nadzar (perbuatan ini terkait dengan harta), maka bentuk taubatnya dengan cara membayar kewajiban tersebut, dan tidak dan pilihan lain kecuali dengan membayar kewajiban tersebut sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan hukum syara’.
(3) hak Allah bersifat saksi (huquq al-uqubah).yang temasuk kedalam perbuatan ini ada dua yaitu hudud dan ta’zir. Hudud adalah sanksi tindak kejahatan atas perbuatan tertentu yang telah ditetapkan (mahdûd[un]) berdasarkan dalil-dalil qath’i. hudud terbagi dua bentuk; (1) hak Allah muthlak, (2) hak manusia lebih utama. Untuk bentuk hudud yang pertama yaitu hak Allah mutlak, sepertia zina, minum khamer dan murtad. Jika pelaku kejahatan ini bertaubat sebelum proses persidangan di pengadilan, maka taubatnya diterima Allah. Namun jika ia bertaubat setelah dijatuhkan hukuman oleh pengadilan, maka dosanya dihapuskan namun pengakuan taubatnya tidak dapat menggugurkan sanksi yang telah dijatuhakan oleh majelis hakim.Ada satu riwayat yang menceritakan taubatnya orang yang telah malakukan zina. Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam “orang-orang yang menentang” bab pengakuan terhadap sanksi (had) namun belum ada kepastian dari khalifah.
Anas bin Malik meriwayatkan, “suatu ketika aku sedang bersama nabi Muhammad saw, tiba-tiba datanglah seorang pria menghampiri nabi dan berkata, “wahai baginda rasul, aku ini adalah terpidana kasus zina yang hendak dihukum rajam”. Lantas nabi bertanya, “apa yang kau minta sebelum eksekusi dijatuhkan?” ia menjawab, “ketika sanksi akan dijatuhkan, tiba-tiba datang waktu shalat, dan aku memohon penangguhan hukuman agar dapat melaksanakan shalat terlebih dahulu, dan aku dapat shalat berasama engkau.” Setelah nabi melaksanakan shalat, kemudian lelaki tadi berdiri tegak dan mengulang pertanyaannya yang kedua kalinya, “Ya rasaulallah aku ini terpidana kasus zina yang akan dihukum berdasarkan kitabullah,” mendengar pertanyaan yang serupa, lalu nabi bertanya kembali, “ bukankah engkau tadi shalat bersamaku?” tanya nabi, lantas ia menjawa, “ya benar.” Tak lama kemudian nabi berkata, “ sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa engkau atau riwayat lain mengatakan mengampuni hukuman engkau.” (HR Bukhari). (lihat dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah, juz. 1 Halaman. 597-599)
Hukuman ini semua dilaksanakan oleh seorang hakim (qadhi) dalam Daulah Islam (negara Islam) dan tidak bisa dijalankan secara individu atau kelompok. Jika belum ada lembaga yang melaksanakannya maka kewajiban seluruh kaum muslimin termasuk Saudara untuk segera memperjuangkannya agar zina tidak terus terjadi di negeri yang kita cintai ini. Semoga upaya ini sebagai wujud taubatan nashûha baik secara individu maupun kolektif. Wallahu A`lam bi al-Shawab. []