PERNIKAHAN merupakan sunnah Rasulullah ﷺ. Ya, Nabi Muhammad ﷺ, manusia panutan kita semua, melaksanakan pernikahan. Nabi dan Rasul terdahulu juga berkeluarga dan memiliki keturunan.
Allah berfirman dalam Surah Ar-Ra’d Ayat 38 yang artinya:
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab (tertentu).” (QS Ar-Ra’d: 38)
Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, pada ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad ﷺ dan mereka beristri dan berketurunan.
BACA JUGA: Syarat Menikah Tidak Berhubungan Intim, Bolehkah?
Pernikahan Adalah Rahmat Allah untuk Hamba-Nya
Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan berkeluarga dan berketurunan adalah hal yang wajar dan merupakan sunatullah bagi makhluk-Nya yang hidup di muka bumi ini.
Sunatullah ini juga berlaku bagi para Nabi dan Rasul-Nya. Hidup berkeluarga tidak boleh dianggap sebagai penghalang dalam perjuangan, baik demi kemajuan pribadi, masyarakat, maupun bangsa.
Bahkan pernikahan menurut ajaran Islam, selain bertujuan untuk melanjutkan keturunan, juga berfungsi memberikan ketenangan, ketenteraman, dan kestabilan hidup setiap insan.
Pernikahan juga mempererat silaturrahim antara keluarga-keluarga yang bersangkutan dan dapat menjadi sarana dakwah Islamiyah, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Karena hidup berkeluarga adalah suatu yang wajar dan merupakan sunatullah, maka manusia tidak boleh menentangnya.
Oleh sebab itu adalah keliru apabila ada pemimpin agama yang mempunyai anggapan bahwa mereka harus menjauhi hidup berkeluarga, agar tidak mengganggu dalam menjalankan agama. Sikap hidup membujang atau tabattul adalah hal-hal yang tidak dikenal dalam agama Islam, bahkan sangat ditentang.
Pernikahan dan anak merupakan nikmat dan rahmat Allah kepada hamba-Nya, sehingga sebuah keluarga perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa orang-orang Yahudi mencela Nabi Muhammad ﷺ karena beliau mempunyai beberapa orang istri. Mereka mengatakan kalau benar-benar Muhammad adalah Nabi dan Rasul, tentu ia akan menyibukkan diri dengan tugas-tugas kenabiannya saja dan tidak akan mempedulikan perempuan.
Mereka juga meminta bermacam-macam bukti tentang kenabiannya, selain Alquran yang menjadi mukjizatnya. Allah SWT telah membantah mereka dengan menegaskan bahwa Nabi Muhammad bukanlah Rasul Allah yang pertama, melainkan sebelum itu Allah SWT telah mengutus beberapa Rasul dan semuanya adalah manusia biasa yang membutuhkan makan, minum, berkeluarga dan berketurunan, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang lainnya, berjalan di pasar, dan sebagainya.
Dalam hal ini, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk menegaskan, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu.” (QS Al-Kahf: 110). Kemudian, dalam ayat ini ditegaskan tentang kewajaran dan kebolehan para Rasul itu hidup berkeluarga dan berketurunan. Allah menegaskan bahwa Dia mengaruniai mereka istri dan keturunan.
Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Anas bin Malik disebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Adapun aku, aku berpuasa dan berbuka, aku sholat di waktu malam, juga tidur, aku juga makan daging dan juga menikahi wanita; maka siapa yang tidak suka kepada sunahku (jalan kehidupanku) tiadalah ia termasuk umatku.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Adapun ayat-ayat atau bukti-bukti kenabian dan kerasulan yang dituntut orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad ﷺ dijawab berulang kali dalam Alquran, bahwa masalah tersebut adalah wewenang Allah semata.
Para Rasul hanya memperlihatkan mukjizatnya dengan seizin Allah. Mukjizat terbesar Nabi Muhammad ﷺ adalah Alquran yang membawa ajaran-ajaran, hukum-hukum, dan peraturan-peraturan yang berperan menuntun manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pernikahan Adalah Rahmat Allah untuk Hamba-Nya
BACA JUGA: Menikah dengan Satu Pengajian
Alquran senantiasa terpelihara kemurniannya dan tidak satupun makhluk yang dapat menandinginya, baik dari sisi kandungannya maupun redaksi kebahasaannya.
Ayat-ayat atau bukti-bukti dan mukjizat tidak muncul begitu saja, melainkan harus sesuai dengan hikmah Allah dan selaras dengan masanya. Masing-masing masa tersebut mempunyai ciri tersendiri yang telah ditetapkan Allah. Setiap peristiwa yang terjadi di alam ini mengikuti ketentuan atau takdir-Nya, baik mengenai waktu, tempat, cara, maupun sebab-sebab terjadinya.
Mukjizat tidak akan muncul sebelum waktu yang telah ditetapkan Allah. Ajal seseorang, rezeki, dan peristiwa-peristiwa yang dialami di dunia dan di akhirat terjadi sesuai dengan ketentuan Allah. Manusia tidak dapat meminta agar ajalnya datang lebih cepat ataupun lebih lambat dari apa yang telah ditetapkan Allah dalam takdir-Nya. []
SUMBER: REPUBLIKA